Pages

Wednesday, December 11, 2013

Mencoba Susur Lorong Ala Kotagede



Pengrajin Perak. Pemikiran orang kebanyakan pasti akan tertuju kesana jika ditanya seputar Kotagede. Pengrajin dan toko aksesoris perak memang tersebar di daerah itu. Padahal, Kotagede bukan semata-mata hanya tentang kerajinan perak. Kotagede juga menawarkan nilainya yang lain, nilai sejarah. Kotagede pernah menjadi ibukota Kerajaan Mataram Islam, dan peninggalan-peninggalan seperti makam raja, masjid, benteng pertahanan masih bisa dilihat sampai sekarang.

Sebagai seorang pecinta arsitektur kuno dan sejarah, Kotagede memang telah menjadi salah satu destinasi incaran saya sejak lama. Bahkan, salah satu poin dalam bucket list saya adalah menyusuri Kotagede dengan berjalan kaki. Poin itu akhirnya terwujud setelah salah seorang teman se-geng traveling, Uul, mengabarkan dirinya tengah berada di Yogyakarta. Di tangan kami dari sekedar kabar, tak lama telah berubah menjadi rencana jalan-jalan, dan Kotagede menjadi tujuan utamanya. Teman jalan-jalan yang lain, Yanta, setuju pula dengan rencana itu. Saya dan Yanta pun berangkat menyusul Uul ke Jogja.

Berbekal peta kasar yang saya buat malam sebelumnya, kami bertiga nekat memulai penelusuran kami di Kotagede. Setelah beberapa kali sempat salah jalan, dan tanya penduduk kesana kemari akhirnya sampailah kami di Kawasan Pasar Kotagede. Di peta buatan saya, Pasar Kotagede bisa menjadi titik awal penelusuran. Ada salah satu peninggalan sejarah di sekitar pasar yakni Monumen Pacak Suji. Duh, kondisinya tampak memprihatinkan. Monumen yang berada di pinggir jalan ini tampak kumuh karena jadi tempat parkir dadakan dan penuh sampah bersebaran.

Peta kasar buatan saya, skala wallahu'alam :p

Setelah melihat sekilas Monumen Pacak Suji, kami menuju ke kompleks makam raja dan Masjid Mataram. Gapura besar yang terbuat dari batu bata merah langsung menyambut kami selepas area parkir. Kabarnya, gapura bergaya paduraksa ini merupakan bentuk terima kasih Sultan Agung selaku pendiri tahap pertama Masjid Mataram kepada rakyat Kotagede yang mayoritas waktu itu beragama Hindu-atas bantuan mereka dalam proses pendirian di tahun 1640. Tahap kedua pembangunan masjid dilaksanakan pada masa Paku Buwono dari Kesultanan Surakarta dimana area serambi masjid menjadi lebih luas dari semula. Cara mudah membedakan mana hasil pembangunan tahap satu dan dua, tinggal melihat tiang saka-nya. Kalau pakai kayu jati berarti itu hasil pembangunan tahap pertama, kalau pakai besi berarti itu hasil pembangunan tahap kedua. 

Gapura Paduraksa

Serambi Masjid

Prasasti penanda Paku Buwono turut
membangun masjid ini

Tepat bersebelahan dengan masjid, terdapatlah makam raja-raja Mataram Kuno. Sayangnya, kami kurang beruntung. Kompleks makam hanya dibuka setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu sedangkan hari itu adalah Sabtu. Gerbang masuk makam tampak tertutup rapat. Beberapa abdi dalem penjaga makam menyapa kami ramah dengan Jawa Krama-nya. Ada dua bangunan kayu yang bisa digunakan untuk beristirahat sejenak di depan gerbang makam, namanya bangsal pangapit ler untuk para perempuan dan bangsal pangapit kidul untuk para lelaki. Hasil googling mengatakan terdapat sekitar 627 makam yang berada di dalam kompleks tersebut dan yang paling terkenal adalah makam Ki Ageng Pemanahan dan Panembahan Senopati. Keduanya bisa dikatakan adalah tokoh penting dari Mataram Kuno dan Kotagede itu sendiri.

Daftar hari buka dan ongkos sewa pakaian

Don'ts: salah satunya dilarang memotret
di dalam area makam


Pintu masuk makam
yang tertutup rapat

bangsal bagi para pria

Gara-gara gagal melihat isi dalam makam, kami bertiga bergegas menuju ke tempat persis di sebelah makam. Tempat itu adalah area Sendang Seliran. Serupa dengan bangsal pengapit, sendang ini juga terbagi dua sesuai peruntukannya yakni Sendang Seliran Wadon untuk para wanita, dan Sendang Seliran Kakung untuk para pria. Konon, air dari kedua sendang ini berasal dari makam Panembahan Senopati, ada pula yang menyebutkan airnya berasal dari badan sang senopati. Beberapa ikan besar seperti lele dan ikan mas tampak berenang riang di dalam kedua sendang. Saat berada di area Sendang Kakung mendadak hujan datang mengguyur. Langit Jogja memang sudah tampak mendung sedari pagi. Kami pun lari-lari kecil mencari tempat berteduh sementara.


Itu yang item-item bukan sampah, tapi ikan lele :p

Semacam wishing well gitu dah




Belum sampai kami di tempat berteduh, hujan telah berhenti. Tentu saja kami senang. Kami bisa menjelajah Kotagede kembali dan kali ini adalah rute penjelajahan favorit saya. Kenapa favorit? Soalnya, kami akan menyusuri lorong-lorong kampung di Kotagede yang terkenal penuh dengan bangunan berbau Jawa kuno. Serunya, kami bertiga sama-sama buta, hanya bermodal peta kasar buatan saya. Padahal, lorong-lorong disini bisa dikatakan mirip labirin raksasa karena minim petunjuk arah dan informasi.


Lorong sempit dan lembab


Uul dan pintu kesukaannya


Bermodal nekat, kami bertiga mulai penjelajahan lorong peninggalan masa lalu di Kotagede. Tembok luar makam menjadi tujuan pertama. Kami sempat kebingungan ketika menemukan percabangan jalur, tapi mengingat namanya tembok luar maka letaknya tentu saja tidak terlalu jauh dari makam itu sendiri. Jalur paling dekat dengan makam pun kami pilih dan voila, kami tidak salah pilih. Di depan kami terpampang tembok sepanjang 50 meter-an dan terbuat dari batu bata merah. Tembok ini disangga oleh semacam beton berbentuk segitiga di beberapa tempat. Inilah tembok luar makam yang sering jadi obyek foto bagi kalangan pecinta fotografi. Kami yang narsis akut tentulah tak mau ketinggalan. Hahah.




Yanta sok-sokan pujangga

Saya benar-benar jatuh hati pada lorong-lorong kampung di Kotagede. Meski membingungkan dan sempit, tapi semuanya tertata rapi dan bersih. Di beberapa tempat, kami bertiga bahkan merasa seperti tengah menyusuri lorong-lorong terkenal di luar negeri khususnya pada lorong yang berupa jalan menanjak dengan tembok rumah warga yang lurus mengikuti jalan. Keren abis! Saya juga suka dengan kejutan-kejutan yang ditawarkan di pertengahan maupun ujung lorong yang kami lewati seperti misalnya menemukan Sendang Kemuning-sendang berukuran kecil yang digunakan para warga untuk mencuci, serta menemukan pula Rumah Joglo Bapak Muhazzaman yang asri dan teduh.


Lorong favorit saya, look
how clean it is...

Sendang Kemuning dan peralatan memasak

Joglo Bapak Muhazzaman

Sungguh, saya merasakan atmosfer yang sangat berbeda ketika menyusuri lorong-lorong ini. Berbeda dengan kondisi Kota Yogyakarta yang mulai bergerak dinamis dan cepat, disini semua terasa laid back sekali. Saking laid back-nya, ketika tujuan akhir kami adalah menyambangi warung legendaris YS Sido Semi, eh warungnya tutup saja gitu. Anehnya, tak ada tempelan kertas apapun yang menjelaskan kenapa warung ini tutup, atau kapan buka kembali semacam tempat makan di daerah lain. Kami yang sudah telanjur membayangkan segarnya es-es tradisional yang ditawarkan akhirnya tertampar oleh sebuah kenyataan pahit. Disana, tepat di salah satu pintu warung, tertempel sticker  besar nan menggelikan. Yen Seloso' Tutup. Err, tiap Selasa tutup? Awalnya sih kami membaca seperti itu. Tapi tunggu dulu, kenapa ada warna merah di huruf s dan o? Oh! Saya paham!  Tampaknya kalimat itu lebih dibaca sebagai yen selo so' tutup alias kalau senggang suka tutup mendadak. Hahahah, selooo bener yak! *tersenyum pahit* -_-


Seloooo, dudes!

Salam Kupu-Kupu ^^d


P.S. All photos without watermarks were captured by Yanta or Uul.

7 comments:

  1. Kayaknya harus ke sana ulang..untuk bisa merasakan yang pada tutup.
    Makan imogiri d tunggu yeee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa, harus kesana lagi ul. Ntar ke kebun buah juga. :)

      Delete
    2. Kalo kebun buah harus pagi ndut..pemandangannya lebih bagus..bayarnya trnyata cm 5rb aja lho.

      Delete
  2. Wah iya... Klo dipikir pikir kita banyak jg mendapati pintu tertutup yaa....

    Yg paling pait warung Sido Semi nya T.T
    Uda mbayangke betapa segere

    ReplyDelete
    Replies
    1. wisata pintu tertutup kak.
      huhuh iyaa, aku udah ngeces-ngeces. :(

      Delete
  3. selalu seneng, masuk2 gang sempitnya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. me too mas! menantikan kejutan-kejutan apa yang akan disuguhkan. :)

      Delete