Pages

Tuesday, April 1, 2014

Menengok Museum Kretek Kudus



Saya masih ingat pada suatu malam di awal bulan Maret, @GNFI-salah satu account yang saya ikuti di twitter tengah memposting beberapa museum di negara kita tercinta. Ada beberapa museum yang menarik hati saya seperti misalnya Museum Kretek di Kudus. Jujur, sebenarnya saya adalah tipe orang yang tidak suka dengan rokok. Kalau kebanyakan anak laki-laki seusia saya mungkin telah kecanduan dengan rokok atau setidaknya sudah pernah mencoba rokok satu kali dalam hidup mereka, saya justru belum pernah satu kalipun mencoba untuk merokok dan memutuskan jaga jarak jauh-jauh dari benda itu untuk selama-lamanya. Meskipun demikian, hal tersebut tak mengurangi ketertarikan saya untuk mengunjungi museum yang dengar-dengar merupakan satu-satunya museum bertema rokok di Indonesia. Sebaliknya- sebagai seorang penyuka wisata sejarah, bangunan tua, dan museum- saya justru semakin berminat untuk bisa mengunjunginya suatu hari nanti.

Minggu ketiga di bulan yang sama, saya beruntung telah bisa menjejakkan kaki di Museum Kretek. Kesempatan ini datang saat mama saya tengah ditugaskan oleh kantornya untuk melakukan monitoring di Kabupaten Kudus. Kami sekeluarga memang sering memanfaatkan tugas luar kota sebagai salah satu sarana untuk menjelajahi suatu daerah. Setelah tugas selesai, kami biasanya tidak buru-buru pulang melainkan memanfaatkan sisa waktu untuk mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada, serta mencoba makanan khas dari daerah tersebut.

Siang itu matahari begitu terik menyinari Kudus. Gerahnya luar biasa. Kami sekeluarga akhirnya sampai juga di pelataran parkir Museum Kretek setelah menunggu tugas mama selesai. Dari pelataran parkir terlihat jelas suatu bangunan beratap limas ganda berdiri di ujung depan. Itulah bangunan utama museum. Sebelum menengok kesana, kami semua berjalan terlebih dahulu menuju bangunan joglo yang ada di sisi kanan depan dari pelataran parkir. Ada tulisan "Rumah Adat Kudus" tertempel di salah satu pilarnya. Kedua orang tua saya terlihat begitu tertarik dengan bangunan yang terbuat dari kayu jati itu. Kabarnya, bangunan yang dibangun sekitar 1.500-an masehi ini arsitekturnya kaya akan perpaduan seni ukir dari berbagai budaya seperti Hindu (Jawa), Persia, Cina dan Eropa. Joglo Pencu-sebagaimana masyarakat lokal menyebut-kondisinya kini masih tampak terawat dengan begitu baik.

Joglo tampak dari depan

Bagian rumah favorit saya adalah atapnya.
It was beautifully crafted.

Entah karena hari itu bertepatan dengan Hari Minggu atau kenapa, tapi Museum Kretek bisa dikatakan cukup ramai oleh pengunjung. Seorang wanita berjilbab yang bertugas sebagai resepsionis menyapa kami ramah dan mengucapkan ucapan selamat datang. Sekilas melihat, saya cukup kaget. Dari luar museum ini terlihat luas, namun setelah masuk ke dalam ternyata tidak luas-luas amat. Beberapa display museum sudah tampak memanggil-manggil untuk segera saya datangi.

Pintu masuk museum

Rokok kretek sendiri memang memiliki sejarah panjang di Kabupaten Kudus. Di daerah inilah rokok kretek pertama kali muncul dan berkembang. Hal ini bisa dilihat dari dokumentasi museum yang menyebut pada masa kejayaan rokok kretek, ada kurang lebih 12 perusahaan rokok besar yang berjalan di Kudus. Berbagai foto para tokoh wiraswasta industri rokok tersebut juga dipamerkan, salah satunya adalah Nitisemito. Nitisemito ini dianggap sebagai "Bapak Maestro Kretek", karena beliaulah yang pertama kali merintis bisnis rokok kretek pada tahun 1906. Barulah pada tahun 1914, perusahaan rokok miliknya resmi berdiri dengan nama Bal Tiga. Sayang, usahanya kemudian terpaksa bangkrut sekitar tahun 1956-an karena adanya perebutan oleh para ahli waris dan kalah bersaing dengan perusahan-perusahaan rokok baru.

Sang maestro

Omong-omong ada yang tahu kenapa disebut dengan istilah rokok kretek? Meski masih simpang siur, ada satu kisah tentang asal mula penamaan rokok kretek yang berkembang di para pekerja pabrik rokok sebagaimana dimuat dalam wikipedia. "Konon, tersebutlah Haji Djamari yang dianggap memulai riwayat rokok kretek di akhir abad ke-19. Putra asli Kudus ini pada waktu itu sering merasa nyeri di dadanya. Pertama kali, beliau mengobati dengan minyak cengkeh, lalu bereksperimen sendiri yakni merajang cengkeh dan mencampurkannya dengan tembakau. Ramuan ini kemudian ia linting menggunakan klobot (daun jagung kering) dan selanjutnya dibakar serta dihisap. Hal ini ia lakukan rutin secara terus menerus dan katanya telah membuat nyeri dada yang dialami menghilang. Kabar keberhasilannya tersiar kemana-mana, banyak orang yang akhirnya memesan untuk dibuatkan apa yang dihisap Haji Djamari. Inilah yang menjadi cikal bakal rokok kretek, dinamakan kretek sendiri karena setiap lintingan rokok itu dibakar akan terdengar suara kretek-kretek."

Inilah yang disebut klobot 

Kembali ke display museum, selain menjelaskan tentang perjuangan Nitisemito dan usaha rokok Bal Tiga-nya disini pengunjung juga diajak untuk menyelami proses pembuatan rokok dari masa ke masa beserta beberapa display penunjang lain yang sekiranya masih berhubungan dengan rokok kretek. Display ini bermacam-macam bentuknya ada yang berupa mesin, bahan mentah (tembakau, cengkeh), foto, patung, diorama dan barang-barang lain. Sayangnya buat saya pribadi, apa yang dipamerkan di museum ini masih kurang. Kurang banyak. Informasi yang bisa didapatkan pengunjung juga kurang karena setiap display pameran cuma  sebatas ditempeli tulisan infomasi berupa nama saja. Padahal, pasti banyak informasi yang pengunjung belum tahu seperti misal tentang kenapa tembakau mentah bisa dibedakan menjadi tiga level, kenapa rokok kretek harus pakai saus cengkeh, dan sebagainya. Para pengunjung pun terpaksa harus puas mengandalkan imajinasinya sendiri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak mereka. Saya salah satu di antaranya.

Tiga patung wanita yang menggambarkan proses
pembuatan rokok dengan tangan

Diorama pabrik rokok kretek tempo dulu

Kemasan rokok jadul dengan nama unik:
Kodok Ngorek (kiri atas) dan Tarzan (bawah).
Auuooo!


Beberapa koleksi museum

Dari semua display pameran, ada dua yang paling menarik hati saya. Pertama, tentang display alat promosi rokok kretek dari masa ke masa. Meski jaman sekarang alat promosi produsen rokok sangat kreatif, tapi kok rasanya masih kalah nilainya dibandingkan alat promosi jaman dahulu. Bagaimana tidak, jaman dahulu produsen rokok tak segan-segan menciptakan satu set cangkir keramik beserta tekonya! Tentu saja dengan lambang atau logo perusahaan di salah satu sisi cangkir atau teko tersebut. Ini brilian menurut saya. Bukankah kebanyakan orang merokok sambil minum teh atau kopi? Nilai promosi dapat, nilai manfaat dapat, nilai estetika juga dapat.

Alat promosi rokok jaman modern, favorit saya tentu saja
adalah si mobil-mobilan.

Ini alat promosi jaman dahulu. Keren kan?

Hal kedua adalah display, yap, apalagi kalau bukan display kemasan rokok dari masa ke masa. Dari jaman rokok klobot, rokok kretek buatan tangan, hingga rokok kretek buatan mesin. Menarik sekali melihat desain kemasan yang bentuk serta coraknya berbeda-beda. Sesekali saya tertawa ketika menemukan nama produk yang terdengar unik di jaman sekarang. Terlebih lagi, mayoritas masih memakai gaya penulisan tempo dulu. Sayang, saya tidak begitu mengerti apakah di dalam kemasan-kemasan itu masih ada rokoknya atau tidak. Kalau dilihat sekilas sih, segel pembungkus kemasan masih tampak rapi.




Dua rokok kretek mesin edisi terbatas: edisi istana negara!


Saya jadi berandai-andai apa yang para perokok rasakan manakala berkunjung ke museum kretek, khususnya saat melihat ratusan kemasan rokok tersaji di depan mereka seperti ini. Akankah mereka merasa sangat gembira? I bet they feel like standing in heaven, right? Atau jangan-jangan, melihat semua itu justru membuat mereka ingin segera keluar dari museum untuk sekedar melakukan aktivitas merokok. Bukankah saat sudah menjadi perokok, keinginan untuk merokok dengan mudah dapat dipancing oleh hal-hal sepele? :p


“Giving up smoking is the easiest thing in the world. I know because I've done it thousands of times.” 
-Mark Twain-

NOTE:

1. Location: Jalan Getas Pejaten 155, Kabupeten Kudus, Jawa Tengah. Cara menuju kesana: Jika dari Kota Semarang, anda akan melihat Gerbang Selamat Datang Kabupaten Kudus, jalan terus saja sekitar 3 km-an, nanti ada semacam jalan kecil di kanan jalan sebelum Kantor PLN Kudus, belok ke arah sana dan jalan terus sampai pertigaan. Selanjutnya, ambil kiri dan Museum Kretek berada tepat di dekat pertigaan itu.

Ticket

2. Entrance fee: Rp 2.000,00 per orang, Rp 1.000,00 per motor dan Rp 2.000,00 per mobil.
3. Fasilitas lain: Bioskop mini, arena pemainan anak, bahkan mini waterboom tepat di belakang museum.

Salam Kupu-Kupu ^^d

No comments:

Post a Comment