Pages

Wednesday, April 20, 2016

Sabtu Malam Di Wedang Ronde Jago



Kalau dipikir, belakangan ini saya jarang sekali menulis tentang kota kelahiran tercinta, Salatiga. Padahal, menurut saya masih banyak hal menarik yang bisa dituliskan. Kepulangan salah seorang sahabat paling awet saya, Cila, membuat kami berdua mengunjungi salah satu penjaja kuliner legendaris di Kota Salatiga kemarin. Penjaja kuliner legendaris yang saya maksud adalah Wedang Ronde Jago.


Salatiga memang terkenal dengan wedang rondenya. Ada banyak penjual wedang ronde yang menggelar lapak mereka setiap malam. Namun, kalau berbicara soal penjual paling "senior" maka Ronde Mak Pari dan Ronde Jago-lah jawabannya.

Berbeda dengan Ronde Mak Pari yang lebih mudah ditemukan dan memiliki cabang, Ronde Jago hanya ada satu seantero kota dan lokasi warungnya cukup mblusuk. Warung itu terletak di Jalan Jenderal Sudirman No. 9 dimana lokasinya tersembunyi di balik Warung Sate Sapi Suruh.

Saya dan Cila datang pada Sabtu malam. Salah satu hari teramai dari Wedang Ronde Jago. Setelah memarkirkan kendaraan, kami berjalan memasuki gang sempit di antara bangunan Polsek Pasar Raya 2 dan Sate Sapi Suruh. Tak jauh berjalan, kami sudah bisa melihat keramaian pengunjung Ronde Jago.

"Konon, nama Ronde Jago bermula karena dulunya selain menjual wedang ronde, tempat ini juga menjual minuman jamu bermerk "JAGO". Seiring waktu berjalan, para pelanggan warung kemudian menjuluki dengan sebutan Wedang Ronde Jago. Nama yang terus melekat dan dipakai sampai sekarang".

Seorang wanita muda nan enerjik, datang menghampiri dan menanyakan kami hendak duduk dimana. Meski area dalam masih tersisa sejumlah bangku kosong, tapi saya langsung memilih tempat duduk favorit kalau tengah jajan disana: di luar dan meja nomer 8.

Saya suka sekali duduk di luar. Selain lebih sejuk dan bisa melihat orang hilir mudik di sekeliling kami, saya suka suasana gang sempit yang menjadi lokasi Ronde Jago. Buat saya, gang sempit ini mengingatkan pada suasana malam dari film-film Tiongkok yang sering ditayangkan di jaman saya sekolah dasar dulu.

Sengaja saya efek grey-scale, biar
suasana ala-ala China Town
sedikit terasa.


Meja nomer 8 letaknya agak terpisah dari meja-meja lain. Meja ini cocok sekali bagi pengunjung yang membutuhkan sedikit privasi. Letaknya yang berada di paling ujung membuat kita tak begitu terganggu dengan keriuhan atau lalu lalang pengunjung lain. It's a real fortunate, sebab saya memang hendak mendengarkan cerita sahabat saya malam itu.

Sementara Cila mulai bercerita tentang pengalaman tak mengenakkan yang baru saja ia alami dalam kehidupannya, seorang pelayan dari Ronde Jago datang mengantarkan pesanan kami. Cila tadi memesan wedang ronde sekoteng dan mie kopyok, sementara saya memesan wedang kacang dan batagor.

Kami terpaksa berhenti berbicara selama beberapa waktu karena tak tahan dengan godaan yang terpampang tepat di depan mata kami. Tanpa dikomando, tangan kami langsung sibuk menambah kecap dan sambal di atas makanan masing-masing.

Ronde Jago memang menyediakan dua menu makanan: batagor dan mie kopyok sebagai teman meminum wedang ronde. Jujur, saya belum pernah mencoba mie kopyoknya. Saya terlanjur jatuh cinta pada batagor di tempat ini, enak sekali terutama sambal kacangnya yang juara kelas.

Kiri-Kanan: Batagor dan Mie Kopyok. Mie kopyoknya kalau
dilihat sekilas mirip dengan mie ayam cuma diberi potongan
tauge rebus, tahu goreng dan kuahnya cokelat bening.


Cila kembali melanjutkan ceritanya di antara sela-sela proses mengunyah kami. Saya sebisa mungkin coba mendengarkan dengan seksama. Sesekali saya ikut mengutuk kesialan yang tengah ia alami. Hidup memang penuh misteri. Kita tak akan pernah tahu apa yang bakal menanti di salah satu ruas garis kehidupan ini.

Suasana terasa agak mencair ketika kami berdua mulai menikmati minuman yang telah kami pesan. Saya sudah beberapa kali mencoba wedang ronde sekotengnya. Wedang ronde disini berbeda dengan wedang ronde kebanyakan, topping-nya jauh lebih banyak.

Dari penjelasan di daftar menu, topping wedang ronde disini selain berisikan bulatan-bulatan isi kacang juga berisikan: sagu delima, kolang kaling, kacang, agar-agar, manisan tangkweh, rumput laut, dan irisan kulit jeruk. Isian nan banyak inilah yang mungkin menjadi dasar kenapa wedang rondenya disebut dengan wedang ronde sekoteng - a perfect mix of ronde and sekoteng.


Kiri-Kanan: Wedang Kacang dan Wedang Ronde Sekoteng.
Kedua minuman ini juga bisa dipesan memakai es, tapi
kalau saya lebih prefer yang hangat.

Kalau wedang kacang tanah, itu adalah kali pertama saya mencoba. Wedang tersebut adalah minuman yang terbuat dari sari kacang tanah dan berisikan bulatan ronde isi kacang, kacang tanah, dan ketan. Menurut saya, wedang ini terlalu creamy dan mengenyangkan. Untung, perut saya masih kuat menampung.

Tanpa terasa, ada sekitar dua jam berlalu semenjak kami pertama kali datang ke warung yang telah beroperasi sejak tahun 1964 ini. Para pengunjung selain kami mulai bisa dihitung dengan jari, dan tinggal satu jam lagi sebelum warung itu tutup. Kami pun bergegas membayar dan beranjak pergi.

Sabtu malam yang terasa menyenangkan. Dihabiskan bersama sahabat, sembari menyantap makanan dan minuman enak. Walau saya tak memesan wedang ronde, tapi malam itu saya tetap merasa hangat. Ini mungkin yang sering dikatakan orang sebagai kekuatan dari sebuah persahabatan.

Price:
1. Wedang Ronde Sekoteng atauWedang Kacang; Rp 11.000,00 / serving
2. Batagor atau Mie Kopyok: Rp 12.000,00 / serving

****

Hallo Cila, terima kasih telah membagikan ceritamu malam itu. Maaf kalau diri ini lebih banyak menetertawakan kesialan yang kau alami dibanding menitikkan air mata. Saya tahu, saya tahu kalau kamu akan selalu baik-baik saja. Dan ketika kau merasa tak baik-baik saja, percayalah...I'll always stand by your side. Semangat!


Mari menjadi pejalan yang bertanggungjawab dan Salam Kupu-Kupu. ^^d

No comments:

Post a Comment