Tak afdol memang rasanya kalau tengah berkunjung ke suatu daerah, namun tidak mencicipi kuliner khas yang ada disana. Di beberapa tempat, kuliner khas ini tersedia disesuaikan dengan jadwal makan masyarakat kita yakni sarapan, makan siang dan makan malam. Kabupaten Kudus memiliki menu sarapan khas yang termasyhur meski sajiannya tampak sederhana. Lentog Tanjung-demikianlah nama menu sarapan tersebut. Postingan kali ini akan menceritakan pengalaman saya mencoba Lentog Tanjung selama acara "jalan-jalan titipan" di Kudus akhir Maret kemarin.
Penjual lentog tanjung sebenarnya dengan mudah dapat kita temukan di sepanjang jalan-jalan besar yang ada di Kabupaten Kudus. Kebanyakan para pedagang makanan ini menggunakan tenda sederhana dalam menjajakannya. Pagi itu, kami sekeluarga memutuskan menuju ke salah satu penjual yang berada di Jalan Bakti sebab mama saya ditugaskan di dekat area itu. Jalan Bakti sendiri merupakan salah satu jalan yang menjadi bagian dari Poroliman Kudus. Poroliman atau dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai perlimaan merupakan persimpangan jalan yang terdiri dari lima jalan penyusun. Itu adalah kali pertama saya melihat perlimaan, unik karena biasanya kan hanya sebatas melihat pertigaan atau perempatan.
Sebuah tenda sederhana dengan spanduk penutup berwarna oranye tampak berada di ujung Jalan Bakti. Warung tenda itu dijaga oleh seorang wanita dan anak perempuannya. Sang Ibu bertugas melayani pembeli, sedangkan anaknya bertugas membuatkan minum. Selain kami sekeluarga, telah ada satu keluarga lain yang menjadi pembeli di warung itu.
Tak berapa lama, satu porsi lentog tanjung telah ada di depan masing-masing dari kami. Sebelum mencicipi makanan itu, saya mengecek apa saja yang ada di piring berukuran kecil tersebut. Ada lontong yang telah dipotong kecil-kecil, beberapa potong tahu putih, sayur nangka bercampur jipang, serta taburan bawang goreng di atasnya. Bagi yang memesan pedas, akan diambilkan tambahan cabe rawit utuh dari sayur nangka yang ada di panci. Dengan kuah yang berwarna putih pekat, sekilas makanan ini terlihat seperti lontong sayur.
Pertama kali yang saya coba adalah kuahnya, kuah yang katanya berasal dari semur tahu ini terasa manis bercampur gurih di lidah. Suapan-suapan selanjutnya, buat saya pribadi, memang lentog tanjung ini terasa seperti lontong sayur namun dengan kuah yang lebih manis. Ada berbagai macam lauk yang disediakan untuk menambah kenikmatan makanan ini seperti gorengan, kerupuk, telur puyuh, tempe bacem dan lain sebagainya. Saya waktu itu memilih telur ayam rebus yang dibacem serta kerupuk plastik sebagai teman makan lentog. Di tengah-tengah proses makan, saya terkejut karena keluarga yang datang terlebih dahulu dari kami meminta tambah kepada si ibu penjual. Padahal buat saya, meski porsinya mini tapi sudah mengenyangkan.
Seusai makan, saya sempat bercakap-cakap dengan ibu penjual. Menurut dia, nama lentog tanjung merujuk pada lontong besar yang menjadi bagian utama dari makanan ini. Dahulu, lontong besar ini bahkan bisa berukuran sebesar betis orang dewasa. Sekarang ukurannya lebih kecil, meski lebih besar dari lontong-lontong pada umumnya. Lontong besar inilah yang dinamakan dengan lentog. Kata Tanjung sendiri mengacu pada nama desa yang menjadi pionir munculnya makanan ini di Kabupaten Kudus yakni Desa Tanjung Karang. Setiap hari si Ibu berjualan sedari pagi yaitu sekitar jam 6 dan biasanya 4 jam kemudian, atau jam 10 pagi dagangan miliknya sudah habis terjual.
Jangan khawatir masalah harga, satu porsi lentog tanjung dijual seharga Rp 3.000,00 saja sedangkan lauk pauk berkisar antara Rp 500,00 sampai Rp 3.000,00. Untuk minuman sendiri harganya antara Rp 500,00 hingga Rp 2.000,00. Mari berhitung sejenak, dengan harga segitu kalau kita membawa uang Rp 10.000,00 kita sudah bisa mendapatkan satu porsi makanan, lauk beserta minumannya. Masih ada kembalian pula. Murah bukan? Jadi, sayang banget kan kalau melewatkan makan si lentog tanjung, saudara lontong sayur ketika anda tengah berkunjung ke Kabupaten Kudus?
Salam Kupu-Kupu ^^d
No comments:
Post a Comment