Wednesday, July 29, 2015

Cerita Bersama Tetangga Part XIV - Suatu Senja Dari Desa Cuntel




Salah satu yang saya syukuri karena tinggal di Indonesia - negara berkembang dengan populasi luar biasa adalah akan selalu ada hal baru yang bisa saya kunjungi, coba, lihat dan nikmati dari waktu ke waktu. Indonesia tak pernah membosankan. Apalagi dengan kemajuan media sosial yang begitu pesat di negara ini, semua hal baru seolah-olah terasa hanya sejangkauan tangan. 

Friday, July 10, 2015

Sembilan Tahun Pasca Tragedi Lumpur Lapindo



Saya masih ingat. Saya masih duduk di bangku SMP ketika berbagai saluran televisi di Indonesia mendadak menyiarkan hal yang sama. Kompak dan tanpa dikomando. Mereka menampilkan kegemparan warga suatu desa di Kabupaten Sidoarjo yang dikagetkan dengan kemunculan semburan lumpur dari dalam tanah.  Bagaimana tidak, semburan lumpur itu bukannya segera berhenti melainkan malah terasa makin deras dari hari ke hari. Dan pada akhirnya tanpa ada seorang pun yang bisa menghentikan, para warga ini pun terpaksa mengikhlaskan. Mengikhlaskan rumah, kampung, dan lingkungan yang begitu dicintai tenggelam oleh lumpur.

Friday, July 3, 2015

Salatiga Dan Lelucon Basi Nilai Tujuh

Gunung Merbabu - Gunung Pelindung Kota

Saya tengah menerawang kegelapan malam dari atas kereta Argo Anggrek Malam saat seorang penumpang yang duduk di sebelah mencoba memulai percakapan.

"Turun dimana, mas?" kata seorang pria paruh baya berusia di atas 40 tahun, dengan kumis tipis menghiasi ruang antar hidung dan bibirnya.

"Ah, saya turun di Semarang, bapak sendiri?" jawab saya mencoba beramah-ramah. Kebetulan saya sedang bosan, dan butuh teman mengobrol. Nyaris 3 jam di atas kereta tanpa kesibukan apapun, bisa membuat siapa saja menjadi mati gaya. Termasuk saya yang sudah berulang kali mencoba melelapkan diri namun terus saja terbangun. Padahal stasiun tujuan saya - Stasiun Tawang, bakalan terlihat setelah menempuh tiga sampai empat jam perjalanan lagi. Mengobrol dengan bapak ini setidaknya akan menyingkirkan sedikit jatah dari waktu mati gaya saya.