Tuesday, May 20, 2014

Menjelajahi Kembali Kabupaten Kudus- Part I



Ceritanya, kemarin dulu saya masih belum puas menjelajah Kabupaten Kudus.  Masih banyak tempat yang belum saya sambangi dan membuat penasaran. Beruntung, lagi-lagi mama saya ditugaskan di kabupaten itu dan kali ini tidak cuma sekedar sehari melainkan dua hari satu malam. Saya yang tak mau melewatkan kesempatan emas ini akhirnya sukses mengajak serta papa dan adik berlibur kesana. Kakak saya terpaksa ditinggal karena sudah ada kepentingan pribadi. Inilah cerita kami selama petualangan menyambangi tempat-tempat wisata yang ada disana.

Jam tujuh kurang lima menit di pagi hari, kami telah tiba di Kabupaten Kudus. Rasa syukur diucapkan kedua orang tua saya lantang-lantang karena insiden terlambat bangun tidur kami semua sempat membuat panik. Saya, Papa, dan adik bahkan tak sempat mandi terlebih dahulu. Untung malam sebelumnya kami semua sudah mempacking barang bawaan masing-masing sehingga begitu bangun, cuci muka, sikat gigi, ganti pakaian kemudian langsung berangkat. Papa menyopir dengan agak kesetanan pagi itu. Terpujilah Tol Bawen, karena ada tol ini pulalah kami sanggup mengejar jadwal kerja mama di Kabupaten Kudus yang dimulai jam 07.15.

Setelah huru-hara pagi itu dan seusai menurunkan mama di tempat tugasnya. Saya, Adik, dan Papa memulai petualangan kami di kota kretek ini.

Hari Pertama- Sabtu, 12 Mei 2014

Sajian Hangat Dari Kudus- Soto dan Pindang Kerbau Bu Ramidjan
Kalau urusan jalan-jalan ke suatu tempat, papa saya adalah tipe orang yang bakal mengutamakan urusan kuliner dibandingkan tempat wisata. Untuk mengenal suatu daerah, kita harus mengenal terlebih dahulu kekayaan makanannya. Prinsip papa saya mungkin seperti itu.

Pagi itu, kami menuju ke Jalan Wachid Hasyim untuk menikmati makanan khas dari Kabupaten Kudus di salah satu rumah makan yang cukup legendaris. Bu Ramidjan namanya. Meski sebenarnya saya tak terbiasa makan terlalu pagi, tapi demi merasakan dan lebih mengenal daerah ini, saya pun mencobanya.

Dua menu andalan di rumah makan yang telah beroperasi selama hampir 40 tahun ini adalah Soto dan Nasi Pindang Kerbau. Nasi Pindang menjadi pilihan papa saya, sedangkan saya dan adik karena takut sakit perut gara-gara tak terbiasa makan pagi, lebih memilih soto kerbau. Semua makanan yang kami pesan diracik penjualnya pada semacam angkringan kecil dengan dua kuali besar. Dua kuali itu masing-masing berisi kuah pindang dan soto.



Awalnya saya pikir, kuah nasi pindang terbuat dari kaldu ikan pindang. Ternyata bukan, saat saya mencoba sesuap nasi pindang milik papa saya rasa kuahnya justru  daging banget. Secara sepintas, masakan ini terlihat mirip dengan nasi rawon atau nasi gandul. Bedanya, kalau di nasi rawon pakai taburan tauge, pada nasi pindang diganti dengan daun melinjo atau so. Bagaimana dengan soto kerbau yang saya pesan? Ah, saya tak salah pesan. Porsinya tak sebesar nasi pindang. Kuahnya mirip sih dengan kuah soto-soto pada umumnya, cuma aroma rempah-rempah lebih terasa. Uniknya, selain memakai tauge, soto kerbau juga ditambahi dengan irisan daun kol untuk mewarnai sajian ini.

Nasi Pindang Kerbau


Soto Kerbau. :9

Lauknya nih, sate parunya nagih. :D

Omong-omong, ada yang tahu kenapa di Kudus banyak sekali makanan menggunakan daging kerbau? Jadi, pada jaman dahulu masyarakat daerah ini dikenal sebagai penganut Hindu yang taat. Agama Hindu menganggap hewan sapi sebagai hewan suci sehingga ada larangan untuk menggunakannya sebagai bahan masakan. Hewan kerbaulah yang kemudian menggantikan peranan dari sapi. Setelah Agama Islam masuk dan berkembang pesat, larangan ini sebenarnya sudah tak berlaku. Meski demikian, tetap saja terdapat sajian dari daging kerbau dan telah menjadi ciri khas dari Kabupaten Kudus. 

Menara Kudus dan Pengalaman Pertama Melakukan Ziarah Wali Sanga
Kalau ditanya bangunan apa yang paling terkenal seantero Kudus, pasti Menara Kudus menduduki peringkat pertama. Saking termasyhurnya, sampai-sampai Menara Kudus dijadikan logo dari Kabupaten Kudus dan beberapa merk oleh-oleh dari daerah ini.

Usai menikmati sajian hangat di Rumah Makan Bu Ramidjan, papa saya membawa kami menuju ke Menara Kudus. Ini ide saya sebenarnya karena sebagai pengagum bangunan-bangunan bersejarah pastilah pantang kalau melewatkan menyambangi menara tersebut. Menara Kudus sendiri adalah bagian dari Masjid Al Manar dimana sejarah mencatat keduanya mulai dibangun pada tahun 1549.

Menara Kudus dan Masjid Al Manar

Arsitektur menara yang mayoritas terbuat dari batu bata merah ini sangat unik, bentuknya lebih menyerupai perkawinan candi dengan pagoda dibandingkan menara-menara pada umumnya. Bangunan ini memang merupakan hasil akulturasi antara corak arsitekur Hindu dan Budha Jawa dengan Islam. Bedug-instrumen untuk mengumpulkan massa sebelum adzan dan sholat dimulai terletak tepat di atas menara setinggi 18 meter itu.

Tak lama, rombongan peziarah mulai memadati kawasan Menara Kudus. Saat saya melihat name tag yang mereka kenakan, terpampang jelas mereka semua datang dari Kota Palembang. Astaga, jauh sekali. Mereka pasti tengah melakukan pilgrimage trip atau wisata ziarah mengunjungi seluruh makam dari Wali Sanga-sembilan tokoh yang berjasa menyebarkan Agama Islam di Indonesia. Salah satu makam sunan itu ada disini. Terletak tepat di sebelah kompleks Masjid Al Manar, Sunan Kudus tidur dalam keabadian.

Salah seorang peziarah hendak masuk
lewat pintu samping

Mendadak papa saya mengajak saya dan adik untuk melakukan ziarah sebentar. Huh? Papa pasti sedang bercanda. Saya belum pernah melakukan ziarah sebelumnya dan saya tak tahu apa yang harus dilakukan. Papa saya cuma tersenyum dan menyuruh saya untuk segera berwudhu, melakukan shalat dhuha, baru menuju ke Makam Sunan Kudus. Saya cuma bisa mengiyakan.

Dan inilah saya. Saya merasa awkward sekali saat telah berada di depan Makam Sunan Kudus. Makam itu terletak di tengah-tengah bangunan pendapa dan ditutupi oleh kain kelambu berwarna putih. Tradisi pelepasan kelambu atau disebut upacara lepas lawur merupakan salah satu tradisi yang masih berlangsung sampai sekarang. Berlangsung setiap 1 Muharram dan sanggup menyedot ribuan manusia untuk memadati makam.

Di sekeliling makam sunan bernama asli Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan ini, terdapat pula puluhan makam-makam lain. Entah siapa saja yang terbaring di sekitar makam sunan penggagas pembangunan menara tersebut. Di sela-sela antar makam lain itulah para peziarah duduk dan merapalkan beberapa doa. Semuanya dilakukan dengan menghadap ke arah makam sunan.

Saya benar-benar tak tahu apa yang harus saya rapalkan secara pasti. Al-fathihah dan dzikir singkat hanyalah beberapa doa yang sanggup saya lontarkan. Mau membaca yassin, tapi kok Papa saya tidak membaca yassin. Ya sudahlah, mendoakan sunan sebisa saya saja sambil melihat-lihat kondisi sekitar. Maafkan saya Ya Allah, maafkan saya Sunan Kudus.

Saya selalu salut dengan para peziarah yang datang benar-benar untuk tujuan mendoakan para Wali Sanga. Mereka niat sekali datang dari jauh, kebanyakan dengan menggunakan bus yang disewa ramai-ramai. Pada saat berdoa di hadapan makam juga mereka terlihat sangat khusyuk, beberapa di antaranya bahkan sampai menangis. Beda banget kan dibandingkan peziarah abal-abal macam saya?

Gerbang utama Makam Sunan Kudus

Semakin siang, suasana makam semakin ramai. Dalam perjalanan masuk dan keluar dari makam, saya melihat ada satu hal yang pasti dilakukan oleh mayoritas para peziarah. Jadi, kalau mau masuk dan keluar area makam setiap orang akan melewati gerbang-gerbang kecil. Nah, di setiap gerbang berbentuk persegi panjang itu ada batang kayu tepat di atas pintunya. Para peziarah ini, mau tua atau muda, mau pria atau wanita, tampak berusaha sekali untuk bisa memegang setiap batang kayu itu. Saya sempat keheranan. Ini maksudnya untuk apa? Namun, saya menyimpan keheranan saya rapat-rapat dalam hati.

Es Dawet-Si Minuman Dingin yang Paling Mudah Ditemukan Seantero Jawa Tengah
Dalam perjalanan menuju area parkir mobil yang letaknya sekitar 700 meter dari Kompleks Menara Kudus, kami bertiga melewati Jalan Menara yang penuh oleh toko-toko cinderamata bernuansa Islami seperti tasbih, mukena, kopiah, dan sebagainya.

Alih-alih tertarik membeli cinderamata tersebut, kami malah berhenti di salah satu pedagang es dawet yang berjualan di emperan salah satu toko. Ah kebetulan, sudah lama sekali saya tak merasakan minum es yang bisa ditemukan di hampir seluruh Provinsi Jawa Tengah ini.

Bapak penjual dawet

Minuman dingin ini berbahan santan, gula merah cair, cendol (bisa hijau atau merah) dan es batu. Kabar mengatakan, es dawet sejatinya berasal dari Kabupaten Jepara sebelum kemudian tersebar ke seluruh Jawa. Harga satu gelasnya murah hanya Rp 3.000,00 meski di kampung halaman saya, Salatiga, harganya bisa lebih murah. Menikmati es dawet di tengah gerahnya cuaca Kabupaten Kudus, sembari melihat seliweran peziarah merupakan hal menarik yang ditawarkan di Jalan Menara.

Baiklah, makan sudah, jalan-jalan sudah, minum juga sudah. Apa lagi yang kurang ya? Oops! Saya lupa. Seharian ini saya belum mandi. Duh, badan rasanya semakin lengket gara-gara keringat. Saya juga mendadak ngantuk luar biasa. Saya pun mengajak papa dan adik untuk menuju hotel yang sudah kami pesan di Kawasan Poroliman. Yah untuk sekarang, saya akhiri dulu cerita bagian ini. Sampai jumpa di bagian kedua! Pengalaman menjelajah Kabupaten Kudus di hari kedua, akan menyapa kalian nanti. :)


P.S. 
1. Kalau ada yang berkeinginan mengunjungi Menara Kudus atau Makam Sunan Kudus dan terpaksa parkir di area parkir mobil. Berhati-hatilah dalam menghadapi pengemis yang jumlahnya puluhan, dan agak agresif. Mereka tak segan-segan menguntit kita selalu, dan kalau terlihat kalian membuka dompet maka semua pengemis akan berhamburan menghampiri. Just beware.
2. No camera are allowed to use inside of the Sunan Kudus Cemetery Area, please respect it.

Salam Kupu-Kupu ^^d


2 comments:

  1. dan aku pas baca postinganmu yg ini aku lagi puasa.... #ngilerseember

    kalo bangunannya jadi teringat yg di Kotagede itu yaa, tapi yg ini batu batanya ketara bgt...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahah namanya ujian puasa senin-kamis yanta.
      iyaa iyaa mirip. duh, malah baru sadar aku.

      Delete