Abraj al-Bait |
Hari sudah mendekati tengah malam ketika rombongan kami akhirnya tiba di Mekkah. Kami semua kelihatan kusut akibat rasa letih yang bercampur dengan kantuk dan lapar. Posisi kami juga sedang tidak nyaman. Kain ihram yang terlanjur menempel di badan, membuat kami -mau tidak mau- harus menyelesaikan prosesi umrah malam itu juga.
Sehabis makan dan mengambil wudlu, kami kemudian berkumpul di lobi hotel dan siap untuk mengelarkan prosesi umrah di Masjidil Haram. Jam di Abraj Al Bait atau The Makkah Royal Clock Tower Hotel -sebuah menara jam terbesar di dunia hasil mega proyek Pemerintah Arab Saudi- menujukkan angka satu, ketika kami perlahan-lahan mulai berjalan menyusuri jalan menuju tempat tersuci bagi kalangan muslim itu.
Masjid al-Haram: The Grandest Mosque On The Surface Of Earth
Meski waktu sudah lewat dari tengah malam, tapi Masjidil Haram tak pernah sepi oleh jemaah yang datang silih berganti. Bahkan, rombongan kami bukanlah satu-satunya yang hendak melaksanakan prosesi umrah selarut itu. Ada rombongan lain dari beberapa negara yang juga terlihat di lokasi.
Masjid yang terus mengalami perluasan dari jaman ke jaman ini, kini tercatat memiliki luas sebesar 356.800 meter persegi dan sanggup menampung sekitar 900.000 jemaah. Saat tiba di pelataran luarnya, saya bisa melihat jelas puluhan crane tampak mengelilingi masjid tersebut. Sebuah proyek perluasan yang dimulai dari tahun 2014, bakalan menambah luasnya sebanyak 81.567 meter persegi dan akan sanggup menampung 2,2 juta jemaah sekaligus dalam satu waktu.
Masjidil Haram dan puluhan crane yang mengepungnya |
Kembali dalam prosesi umrah, awalnya saya pikir tempat untuk melakukan berbagai rukun umrah akan terjadi di beberapa lokasi berbeda. Rupanya, segala rukun umrah dari tawaf, sa'i hingga tahalul dilaksanakan di satu tempat yakni di Masjidil Haram. Iya, saking luasnya masjid itu.
Prosesi pertama dari umrah selepas memakai ihram dan membaca niat adalah melakukan tawaf. Tawaf merupakan ritual berjalan mengelilingi Kaaba - kiblat seorang muslim dimanapun ia berada - sebanyak tujuh kali putaran yang berlawanan arah jarum jam.
Kaaba |
Tawaf inilah prosesi yang paling berat menurut saya. Perjuangannya hampir menyerupai perjuangan memasuki Ar Rawdah. Banyak jemaah yang saking inginnya memegang Kaaba, kemudian bertindak "semena-mena" kepada jemaah yang lain.
Saya benar-benar merasa inferior menjadi salah satu Ras Melayu karena kalah fisik dengan jemaah dari beberapa negara lain. Didesak, didorong, dicakar bahkan ditabrak pakai kursi roda sudah jadi santapan wajib ketika menjalani tawaf. Tugas saya semakin berat karena saya harus berjalan paling belakang seraya melebarkan tangan membentuk portal demi melindungi tiga wanita anggota keluarga saya.
Kaaba sendiri ternyata bukan sekedar kubus hitam besar yang menjadi acuan arah sholat bagi muslim dimanapun ia berada. Bangunan yang konon mulai dibuat ketika jaman Nabi Adam ini memiliki bagian-bagian penting lain, seperti: Hajar Aswad, Hijr Ismail, dan Maqam Ibrahim. Ketiga bagian itulah yang menjadi titik konsentrasi jemaah berkumpul dan berebut untuk bisa mendekat.
Bangunan mirip sangkar burung emas itulah yang dinamakan Maqam Ibrahim, sedangkan Hajar Aswad terletak di bawah semacam bentuk pintu Kaaba di depan. |
Selesai tawaf, kami kemudian diarahkan untuk melakukan sholat sunnah di belakang Maqam Ibrahim, berdoa, dan minum air Zam-zam yang banyak tersedia di sekitaran sana. Air Zam-zam terasa segar sekali, terutama setelah bergumul di tengah kepadatan manusia.
Kakak saya meminum Zam-zam water. |
Sa'i adalah prosesi yang menanti kami selanjutnya. Sa'i sendiri adalah lari-lari kecil dari Bukit Safa ke Bukit Marwa sebanyak tujuh kali tanpa berhenti. Ritual ini semacam pengingat akan perjuangan seorang ibu, Hajar, yang berjalan kaki dari Safa ke Marwa demi mendapatkan air bagi anaknya, Nabi Ismail AS.
Area yang diterangi lampu neon hijau sepanjang rute Bukit Safa-Marwa merupakan penanda area berlari, terutama bagi jemaah pria. |
Meski sudah berjalan kaki sebanyak tujuh kali, Hajar tak menemukan sejumput sumber air pun disana. Allah kemudian justru memberikan air tepat di dekat kaki Ismail yang terus menerus menangis karena kehausan dan ditinggal sang ibu. Sumber air inilah yang kemudian disebut sebagai Sumur Zam-zam.
Prosesi terakhir dari umrah adalah tahalul atau memotong setidaknya tiga helai rambut sebagai penanda terlepasnya diri dari segara larangan ihram dan penghapusan dosa. Pemotongan rambut ini dilakukan di atas Bukit Marwa sebagai titik terakhir dari sa'i.
Antrean jemaah Indonesia yang tengah melakukan prosesi tahalul atau memotong sejumput rambut. |
Selama berada di Mekkah kemarin, kami sekeluarga total melakukan dua kali ibadah umrah dan empat kali tawaf. Amalan sholat, baik sunnah maupun wajib adalah hal yang paling banyak kami lakukan mengingat satu kali sholat di Masjidil Haram pahalanya sebesar 100.000 kali lipat dibandingkan masjid-masjid lain, kecuali Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsa.
Jabal ar-Rahmah: Visiting The Mount Of Mercy
Sejauh 20 kilometer di bagian tenggara dari Kota Mekkah, terdapat sebuah gunung yang menjadi salah satu titik ziarah penting bagi jemaah yang melakukan haji atau umrah. Gunung itu bernama Mount Arafah atau lebih dikenal dengan sebutan Jabal ar-Rahmah - gunung pengampunan.
Jabal ar-Rahmah |
Kabarnya, gunung setinggi 70 meter ini adalah tempat pertemuan kembali antara Adam dan Hawa setelah diturunkan oleh Allah ke bumi. Gunung itu juga menjadi tempat Rasulullah SAW menerima wahyu terakhir dari Allah, serta mengucapkan salam perpisahan kepada seluruh pengikut yang menemani beliau berhaji, tepat di akhir usianya.
Kini, Jabal ar-Rahmah adalah tempat bagi para jemaah untuk meminta pengampunan, kekuatan dan jodoh. Saya kemarin melihat banyak sekali tulisan vandalisme yang isinya bak promo biro jodoh.
Vandalisme Orang Indonesia. Bukan iklan jodoh sih, tapi semacam daftar nama anggota entah apa, dari penduduk salah satu kota di Provinsi Sulawesi. Tahu apa? |
Seorang pria bernama A, dari negara B, tengah mencari jodoh atau wanita bernama C, dari negara D, usia XX tahun, pekerjaan bla bla, tengah mencari pendamping hidup. Tulisan-tulisan itu dilengkapi dengan nomer telepon yang bisa dihubungi.
Ada pula beberapa foto yang sengaja ditinggalkan para pemiliknya. Tujuannya: tentu saja mencari jodoh. Saya justru kasihan melihat foto-foto itu, karena kebanyakan justru terinjak-injak oleh jemaah yang naik dan turun gunung. Ah, namanya juga usaha kan, ya?
Mendaki Jabal ar-Rahmah sendiri bisa dibilang cukup mudah, meski tetap butuh kewaspadaan tinggi. Gunung ini terdiri atas batu-batu besar yang di beberapa tempat terasa terjal dan licin ketika diinjak.
Perjuangan mendaki Jabal ar-Rahmah |
Sebuah monumen batu setinggi sekitar 8 meter, berdiri tepat di puncak Jabal ar-Rahmah. Banyak orang meyakini kalau di monumen itulah titik pertemuan Nabi Adam AS dan Hawa. Ratusan jemaah yang berhasil sampai puncak pasti berebut untuk bisa mendekati monumen tersebut.
Monumen batu |
Meski sudah dilarang oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, beberapa jemaah tetap nekat mencoret-coret namanya menggunakan spidol di monumen batu. Monumen itupun berubah menjadi bak papan absensi raksasa bagi para keturunan Adam dan Hawa dari seluruh dunia.
Bergumul demi menorehkan nama di monumen batu |
Kami sekeluarga juga sempat menorehkan nama kami masing-masing di monumen batu itu. Tak memakai spidol, hanya menggunakan jari telunjuk kemudian membuka telapak tangan dan menempelkannya ke nama yang kami goreskan.
Ini tangan saya setelah menuliskan nama memakai jari telunjuk. |
Last Miqat At Al-Jiranah Mosque
Sebelum melakukan umrah kedua, rombongan kami mengambil miqat dari Masjid Al-Jiranah atau Ji'ranah/Jaaranah. Menurut kabar, masjid ini adalah lokasi miqat utama bagi penduduk Mekkah yang hendak melangsungkan ibadah umrah atau haji. Masjid Ji'ranah juga menjadi lokasi favorit Nabi Muhammad SAW sebelum memakai ihram, dimana beliau kabarnya sampai pernah menghabiskan 13 hari di lokasi.
Masjid Jiranah. Saya tak mengambil banyak foto disini karena padat jemaah, dan terburu-buru. |
Mungkin itu pulalah yang membuat masjid tersebut begitu ramai. Ratusan bus besar yang membawa rombongan jemaah terlihat memenuhi area parkir. Hal ini masih diperparah oleh puluhan pedagang cinderamata yang menggelar lapak mereka sampai ke halaman masjid.
Seluruh toilet dan tempat wudlu yang ada disana sampai penuh. Sayangnya, tak ada ruangan berganti pakaian bagi para pria. Kami pun terpaksa memakai kain ihram di sela-sela bangunan masjid seluas 439 meter persegi ini. Itu pun harus waspada karena jemaah wanita entah kenapa sering hilir mudik ke bagian yang bahkan seharusnya hanya boleh dimasuki oleh kalangan pria. Duh, serba salah.
Another Random Captures Around Mecca
Kaaba and Abraj al-Bait |
Despite of its controversies, I think this clock tower has many functions - one of them is become a direction pointer. After all, you can see this tower from every corners of Mecca. |
Sehabis adzan, prosesi tawaf di sekitaran Kaaba akan berhenti. |
Pemandangan biasa di Mekkah, jemaah tertidur di dalam masjid saking tidak kuatnya menahan rasa lelah dan kantuk. |
Ada banyak burung dara juga di Mekkah, bahkan di jalan depan sebelum Masjidil Haram pun burung ini mudah ditemukan. |
Deretan tenda di Mina. Tenda-tenda ini hanya dipakai sekali setahun tepatnya pada musim haji, dimana jemaah haji akan bermalam disana sebelum meneruskan perjalanan untuk melempar jumrah. |
A residence area on Mecca with Jabal al-Nur as the background. Di Jabal Nur sendiri terdapat Goa Hira - goa yang menjadi tempat pertama Nabi Muhammad SAW menerima wahyu. |
Surprisingly, ada banyak sekali taman hijau di sekitaran Mekkah |
Seorang pedagang bubuk henna tampak menjajakan dagangannya sampai ke atas Jabal ar-Rahmah |
***
Tidak laiknya Madinah yang terkesan damai, Mekkah justru terasa begitu padat dan hidup. Kota ini tak pernah tidur, 24/7. Mau jam berapapun, pasti akan menjumpai jemaah yang tengah menjalani ibadah. Beberapa di antaranya bahkan sampai melawan jam biologis masing-masing, datang ke masjid dengan mata merah, dan sedikit lemas karena kurang tidur.
Sebuah hal lumrah mengingat keistimewaan yang Allah berikan kepada kota berjuluk al-Mukarramah itu. Sayang rasanya kalau waktu kita selama berada disana terbuang sia-sia, termasuk untuk urusan tidur sekalipun.
Dan di Mekkah pulalah, saya mencoba suatu hal baru: mencukur rambut kepala sampai habis alias botak! Banyak orang yang bilang memotong rambut sampai habis selama umrah/haji sama dengan menghapuskan seluruh dosa di masa lampau.
Namun, alasan utama saya potong botak -simply- hanya karena hanya ingin merasakan bagaimana rasanya potong di Arab Saudi dan bagaimana rasanya ketika kepala ini benar-benar tak berambut. Hal yang agak saya sesali karena prosesi potong rambut hingga botak hanya memakan waktu sekitar 3-5 menit dan menggunakan pisau kecil sekali pakai. Dih, pedihnya bukan main!
The moment of becoming a bald person. Semua sahabat saya langsung tertawa lepas setelah melihat ke-gundul-an saya. Mirip pentol cilot sih memang. Hiks. |
Salam Kupu-Kupu dan mari menjadi pejalan yang bertanggungjawab. ^^d
No comments:
Post a Comment