Pada semester kemarin, ada satu hari di pertengahan minggu yang tidak ada jadwal kelas alias libur. Hari itu adalah Hari Rabu. Biasanya, saya gunakan hari itu untuk bersih-bersih rumah, mencuci, pergi ke pasar, olahraga atau sekedar berjalan-jalan. Intinya, hari tersebut merupakan jadwal saya untuk berleha-leha.
Menjelang akhir Bulan September yang kebetulan jatuh pada Hari Rabu, saya tiba-tiba terpikir untuk menyambangi salah satu museum yang ada di Kota Yogyakarta. Saya pun langsung mengajak Mbak Sasta - teman kuliah yang kostnya paling dekat dengan rumah hunian saya di Yogya - untuk ikut serta. Kami berdua lantas menuju ke Kotabaru untuk menyambangi Museum Sandi.
Museum Sandi adalah satu-satunya museum per-kriptografian-an yang ada di Indonesia. Museum ini dibentuk berdasarkan kerjasama oleh Kepala Lembaga Sandi Negara, Nachrowi Ramli dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada tahun 2006 yang lalu. Peresmian musem itu dilaksanakan pada 29 Juli 2008.
Kotabaru sendiri merupakan suatu wilayah di Kota Yogyakarta yang penuh dengan bangunan cagar budaya peninggalan masa kolonial. Begitu pun dengan Museum Sandi, bangunannya merupakan bangunan lama bergaya
Indis yang konon pada tahun 1948 sempat digunakan sebagai Kantor Kementerian Luar Negeri.
Saat saya dan Mbak Sasta tiba, kondisi parkiran motor cukup ramai tapi begitu masuk ke dalam museumnya kami seakan tertipu. Siang itu kami berdua adalah satu-satunya pengunjung museum. Empat orang petugas museum sampai benar-benar bersantai di sekitar meja resepsionis. Salah seorang dari mereka lantas mempersilahkan kami untuk terlebih dahulu mengisi data pengunjung menggunakan komputer layar sentuh yang ada di dekat meja.
|
Mbak Sasta sedang mengisi data diri |
Sehabis data diri telah kami masukkan, kami dipersilahkan untuk menjelajah museum tersebut secara mandiri. Museum dua lantai ini bisa terbilang kecil, jadi tak terlalu menjadi masalah untuk melakukan penjelajahan mandiri. Tepat di balik area resepsionis, terdapat ruangan yang disulap menjadi semacam bioskop mini yang menayangkan video dokumenter mengenai sejarah sandi dan museum sepanjang lima menitan.
|
Film dokumenter yang kami tonton |
Dari sana, kami kemudian berjalan memasuki ruangan selanjutnya yang berisikan diorama dan koleksi dari dr.Roebiono Kertopati - sang Bapak Persandian Negara Republik Indonesia. Tak pernah mendengar nama tersebut sebelumnya? Saya pun demikian, tapi sesungguhnya beliau adalah tokoh yang luar biasa.
|
dr.Roebiono yang luar biasa itu. |
Bermula dari perintah dari Amir Syarifudin - Menteri Pertahanan Republik Indonesia pada saat itu - tertanggal 4 April 1946, dr. Roebiono yang semula hanyalah dokter biasa diminta untuk mendirikan suatu badan pengelola persandian nasional. Tanpa pengetahuan mengenai persandian yang mumpuni, dr. Roebiono bertekad baja untuk menciptakan sistem sandi sendiri dengan mengandalkan kecerdasan, imajinasi, dan logika yang beliau miliki.
Saat itu, Indonesia tengah mengalami konflik dengan Pemerintah Belanda yakni lebih tepatnya pada suatu masa yang sering kita kenal dengan sebutan Agresi Militer. Sandi yang dibuat oleh dr.Roebiono terbukti efektif untuk mengamankan informasi serta melakukan komunikasi semasa perang dan perundingan.
Sebuah diorama bercahaya suram dengan dua manusia tampak tengah mengerjakan sesuatu di rumah berdinding anyaman bambu menggambarkan perjuangan dr.Roebiono dan para petugas sandi di masa-masa itu. Beberapa mesin sandi, buku sandi, dan tas kode juga tertata rapi dalam kotak-kotak kaca beserta penjelasan singkat masing-masing.
|
Diorama suasana rumah code yang begitu sederhana. |
|
Beberapa koleksi di lantai pertama: buku sandi dan tas yang
dipakai oleh para petugas sandi. |
Ruangan selanjutnya menggambarkan mengenai sejarah Sekolah Sandi Negara (SSN) dari masa ke masa. Para manekin yang mengimitasi siswa sekolah tersebut berdiri berjejer di sudut ruangan lengkap dengan mengenakan seragam-seragam kebesarannya.
|
Mannequin's challenge, eh ini manekin beneran ding. 😜 |
Dari lantai satu, kami lalu naik menuju ke lantai kedua melalui tangga yang sungguh terlihat fotogenik. Sejumlah foto dokumentasi mengenai tokoh persandian nasional atau bangunan museum tertempel di dinding sepanjang tangga.
|
Saya suka tangganya! |
|
Para perintis persandian nasional. Bukankah mereka semua
terlihat good-looking? |
Lantai dua berisikan ruang edukasi dan semacam ruang yang didedikasikan kepada mereka yang pernah menjabat sebagai kepala Badan Intelijen Negara. Di ruang edukasi terdapat berbagai benda yang bisa digunakan untuk mempelajari sandi-sandi sederhana. Ada pula beberapa perangkat komputer yang bisa dipakai oleh para pengunjung, isinya tentang beberapa sandi beserta game sandinya. Saya seketika mabuk manakala baru mengerjakan level pemulanya.
|
Salah satu sudut di ruang edukasi. |
Ruangan selanjutnya adalah ruangan yang sukses membuat saya ternganga. Ruangan ala-ala
Hall of Fame ini selain berisikan data para petinggi persandian negara, berisikan pula benda koleksi mereka dalam kotak-kotak kaca. Berbagai macam benda kesayangan mereka ada disitu mulai dari jam tangan, kamera, kacamata, kalung, dan lain sebagainya. Saya yang awam langsung paham: benda itu pasti mahal atau benda itu merupakan benda penuh kenangan penting bagi sang pemilik.
|
Kameranya mauu, yang kecil unyu abis! |
|
Jamnyaaa. |
Dari lantai kedua kami juga bisa melihat
landscape Kotabaru dari balkonnya. Sebenarnya, kami agak curi-curi. Melihat pintu yang tidak terkunci, kami lantas pelan-pelan membukanya dan beranjak keluar. Lokasi museum ini memang begitu strategis, berada di titik pertemuan antara tiga jalan sehingga sangat mudah untuk ditemukan.
|
Suasana jalanan di Kotabaru dari lantai atas museum. |
"Berasa lagi belajar menjadi agen rahasia macam James Bond, ya sat"- komentar Mbak Sasta pada foto kunjungan kami yang saya unggah di
Path sedikit menggambarkan bagaimana kunjungan siang tersebut benar-benar telah membuka pengetahuan kami akan dunia kriptografi.
Sandi diciptakan untuk menyamarkan suatu kabar atau informasi dari segelintir orang sehingga hanya mereka yang benar-benar dipercayalah yang dapat menerima informasi tersebut. Bermain sandi sama dengan bermain loyalitas, dan itu mahal sekali harganya. Sebagaimana pesan dari dr. Roebiono yang terdapat dalam museum, kita harus ingat:
"kekhilafan seseorang saja sudah cukup untuk menyebabkan keruntuhan negara".
|
Terima kasih sudah berkunjung, tertanda
Duo Pandega (nama jalan kosan kami).
Ahahah. |
Maaf terlambat posting dan salam kupu-kupu. ^^d
sepertinya menarik bgt museumnya mas
ReplyDeletekalau aku sih suka, mas. kecil tapi memperkaya banget. :)
Deletenaaaaah aku kok setiap ke jogja melupakan yg namanya kotabaru :(
ReplyDeletesekedar lewat pun blm pernah :D
masa? udah pernah kali, tapi kamunya yang gak ngeh, jo.
Deleteaku juga heran kenapa dinamain sama Kotabaru, padahal banyak bangunan lama disana.
kemaren kesini gak pake guide ya ?
ReplyDeletendak mas, kami kurang tahu gimana cara dapet guidenya. kemarin pas kesitu, para petugasnya malah nyuruh kami explore museum secara mandiri. untung, museumnya kecil.
Delete