Setelah satu minggu yang lalu saya memposting tulisan tentang "9 Tips Menyaksikan Perayaan Waisak di Candi Borobudur" yang bisa dibaca disini, nah kali ini saya akan menceritakan keseruannya menyaksikan Perayaan Waisak 2012 itu sendiri. Perayaan Waisak tahun ini sama seperti tahun sebelumnya dipusatkan di dua candi di Provinsi Jawa Tengah yakni Candi Mendut dan Candi Borobudur. Perayaan yang kali ini bertemakan "Meningkatkan Metta (Cinta Kasih) dan Karuna (Welas Asih)" ternyata mampu menyedot ribuan orang baik itu Umat Budha sendiri, masyarakat umum maupun para wisatawan untuk berbondong-bondong menyambangi Kabupaten Magelang dalam rangka menyaksikan prosesi Waisak yang jatuh pada 6 Mei 2012 yang lalu. Termasuk saya, kakak saya Vica, dua tetangga saya Dody dan Adit serta 3 teman saya yakni Olin, Nurul dan Aik.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam dari Kota Salatiga akhirnya sampailah kami di Kabupaten Magelang. Tujuan pertama kami adalah Candi Mendut dimana berdasarkan rundown yang didapatkan dari situs Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi) di candi inilah prosesi awal dari perayaan Waisak pada hari itu dimulai. Candi yang didirikan semasa pemerintahan Raja Indra pada tahun 824 Masehi ini selain menjadi tempat awal berkumpulnya umat Budha dari berbagai aliran juga menjadi tempat penyemayaman air suci dan api abadi yang sebelumnya telah diambil oleh para biksu dari Umbul Jumprit Temanggung dan Mrapen Grobogan. Konon, air suci ini merupakan lambang akan kesucian diri sedangkan api abadi merupakan simbol akan semangat menggelora dalam rangka menghapuskan kesedihan dan kemuraman. Air suci dan api abadi ini nantilah yang kemudian akan dibawa oleh para umat Budha dari Candi Mendut ke Candi Borobudur. Namun sebelum itu, terlebih dahulu para Umat Budha melakukan prosesi peribadahan awal di tempat ini. Awalnya saya sempat bingung, kok pakaian yang dipakai mereka berbeda-beda ada yang merah, ungu, biru, oranye, bahkan kuning, usut punya usut ternyata itu menunjukkan aliran mereka masing-masing. Oalah ternyata agama dimana-mana itu sama ya, selalu ada perbedaan aliran yang dianut oleh masing-masing individu. Hebatnya para Umat Budha itu meskipun kemarin waktu di Candi Mendut cuaca panasnya bukan kepalang dan ramai oleh para wisatawan maupun fotografer tapi ternyata banyak di antara mereka yang tetap bisa khusyuk berdoa dan beribadah tanpa terganggu oleh kondisi di sekitarnya. Salut!
Para Biksu
Tetap Khusyuk ^^d
Agenda selanjutnya adalah menyaksikan arak-arakan ratusan Umat Budha dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur. Kami memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu daripada takutnya nanti ketika sudah berada di area dalam Candi Borobudur kami didera kelaparan berat heheh. Selesai makan, istirahat dan sholat kamipun segera bergegas menuju Candi Borobudur untuk mencari spot yang enak untuk menyaksikan arak-arakan itu. Widih, sepanjang jalan antara Candi Mendut hingga Candi Borobudur sudah dipenuhi masyarakat maupun wisatawan yang setia menanti lewatnya rombongan biksu. Untunglah, sebelumnya saya bertemu dengan salah seorang teman saya waktu SMA dulu, Vandi, yang pada waktu itu sedang bertugas memfoto perayaan Waisak. Dari dialah kami kemudian diberitahu spot enak untuk menyaksikan arak-arakan yakni lewat sebelah kiri dari pintu masuk Candi Borobudur tepatnya di area depan Hotel Manohara. Spotnya memang enak! Kami bisa duduk-duduk di rumput hijau yang dilindungi oleh pepohonan rimbun plus angin semilir yang membuai kami selama masa penantian. Nilai lebihnya lagi di daerah ini lebih sepi daripada harus menunggu di sepanjang jalan. Thanks Van!!
Spot Adem di Sekitar Hotel Manohara
Lama sekali kami menanti arak-arakan yang tak kunjung tiba. Pada saat menanti inilah tiba-tiba cuaca yang semula cerah ceria berubah menjadi mendung. Waduh, jangan-jangan sebentar lagi hujan nih dan ternyata saudara-saudara pemikiran kami benar adanya. Tepat sebelum rombongan para biksu dan Umat Budha memasuki area Candi Borobudur hujan mengguyur dengan derasnya mana plus bonus suara petir yang menggelegar lagi. Kamipun segera berlari dan berlindung di bawah pohon beringin gede yang ada di dekat situ sedangkan terlihat para pengunjung dan penonton lain membubarkan diri dan lari berteduh. Hujan memang turun dengan sangat deras namun itu tidak menjadi penghalang bagi ratusan biksu dan Umat Budha untuk tetap semangat berjalan kaki menuju Candi Borobudur. Padahal rute antara Candi Mendut ke Candi Borobudur sendiri kira-kira berjarak sekitar 3 kilometeran. Mampus jauhnya mana hujan deras. Arak-arakan ini tidak hanya dimeriahkan oleh arak-arakan para biksu dari berbagai aliran saja melainkan juga arak-arakan api abadi dan air suci, marching band, gunungan hasil-hasil bumi, dan juga pakaian adat.
Pembuka Arak-Arakan
Sumpah ini bukan Boyband >.<
Salah Satu Pembawa Hasil Bumi
Biksu, Hujan, dan Mantel
Selesai menyaksikan arak-arakan kamipun segera menuju ke area dalam Candi Borobudur. Jujur, kami segera menuju area dalam Candi Borobudur karena takut kalau Candi Borobudur akan ditutup dan pengunjung tidak diperkenankan masuk. Eh ternyata kami salah, lama kami menunggu di pelataran Candi Borobudur ternyata prosesi di dalam Candi Borobudur sendiri baru akan dimulai pada pukul 18.00! Holadalah, kami terpaksa menunggu 4 jam-an lebih di pelataran Candi Borobudur mana hujan yang semula reda turun kembali dengan derasnya ditambah angin yang bertiup kencang pula. Tidak banyak yang bisa kami lakukan selain menyaksikan para pengunjung lain maupun para biksu yang hilir mudik di depan kami sambil sesekali menikmati kemegahan candi yang dibangun semasa pemerintahan Dinasti Syailendra pada tahun 800 Masehi ini. Err, kalau diingat ini adalah perjumpaan saya kembali dengan Candi Borobudur setelah dipikir-pikir terakhir kali melihat Candi Borobudur waktu masih kelas 2 SMP. Hohoh. Di sekeliling Candi Borobudur sendiri sudah tertata rapi ratusan obor besar yang sepertinya merupakan hasil sumbangan dari Umat Budha yang nantinya akan dinyalakan pada saat prosesi malam hari dimulai. Di sebelahnya terdapat pula wadah-wadah besar yang sepertinya merupakan air suci plus bunga-bunga yang berenang di dalamnya.
Pintu Masuk Candi Borobudur yang Ramai Pengunjung
Obor Besar dan Wadah Bunga
Pukul 17.00 barulah terdengar pemberitahuan dari pengeras suara bahwa pengunjung dipersilahkan naik ke pelataran Candi Borobudur karena prosesi akan dimulai. Berduyun-duyunlah para pengunjung dan umat Budha segera naik ke pelataran Candi Borobudur. Kamipun sumringah dan bersemangat kembali. Eh, tidak berapa lama sekitar 15 menit kemudian tiba-tiba ada pemberitahuan kembali bahwa pengunjung yang tidak berkepentingan diharapkan segera meninggalkan pelataran Candi Borobudur karena pintu masuk akan segera ditutup. Lah bagaimana ini? Kamipun panik apalagi kami lihat mayoritas dari para pengunjung yang masuk ke pelataran Candi Borobudur adalah pengunjung-pengunjung yang memakai ID Card. Waduh, jangan-jangan setelah ini kami disuruh turun oleh petugas. Untunglah di tempat itu kami bertemu dengan teman Aik dan Nurul yakni Bima dan dua temannya yang menyarankan kami untuk ikut patungan beli lampion saja demi alasan keamanan. Hohoh. Kamipun sepakat dan kami bebas dari kecurigaan para petugas hanya dengan berbekal alasan "mau ikut pelepasan lampion" heheh.
Kami Bernarsis Ria di Depan Altar Utama
Ternyata stufliers, perjalanan masih panjang untuk masa-masa pelepasan lampion. Para Umat Budha sebelumnya harus melakukan ritual terlebih dahulu di altar utama. Rangkaian ritualnya pun banyak bener. Mulai dari sambutan dari Ketua Walubi, sambutan dari pemuka agama Budha, menyanyikan Mars Walubi, meditasi kemudian ada doa Tri Suci Waisak dari masing-masing perwakilan aliran Agama Budha seperti aliran Theravvada, Mahayana, dan Tantrayana. Hoah, bagi kami yang bukan penganut agama Budha prosesi ini terasa cukup berat apalagi sebelumnya kami sudah benar-benar kelelahan karena hampir seharian menanti. Tidak hanya kami, para pengunjung yang lain pun nampak menunjukkan semburat-semburat kelelahan di wajah mereka. Kebalikannya, para biksu dan umat Budha tetap setia dan bersemangat menjalani seluruh prosesi meskipun kami tahu kegiatan yang mereka jalani selama Perayaan Waisak tahun ini lebih berat dibandingkan kami yang cuma duduk-duduk menanti. Hebat!
Para Biksu Sebelum Ritual Malam Hari Dimulai
Sekitar jam 10 malam barulah ritual Pradaksina dimulai. Pradaksina merupakan ritual mengelilingi Candi Borobudur searah jarum jam sebanyak tiga kali putaran. Ritual ini diyakini oleh Umat Budha sebagai bentuk penghormatan atas jasa para Budha dan Bodhisattva. Ratusan biksu dan Umat Budha nampak khidmat mengelilingi candi yang termasuk ke dalam World's Heritage List ini sambil di tangan mereka masing-masing membawa lilin. Selama prosesi ini juga diputar doa dari speaker besar yang disediakan oleh panitia. Wih, pada saat ini baru lah saya merasakan kesakralan sekaligus kekhidmatan dari Perayaan Waisak. Belum lagi, pada saat inilah akhirnya Bulan Purnama menampakkan diri setelah sebelumnya bersembunyi di kerimbunan awan mendung. Perasaan saya pada waktu itu? Campur aduk, antara senang, tenang, lega semua campur jadi satu. Gyaaa. *lebay* #plak
FYI, jarak yang ditempuh selama prosesi Pradaksina alias ritual mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali setara dengan berjalan kaki sejauh 1,5 km loh. -___-
Pradaksina
Borobudur dan Sang Bulan
Hingga akhirnya prosesi puncak dari Perayaan Waisak di Candi Borobudur pun tiba. Prosesi puncak ini sangat dinantikan tidak hanya oleh para Umat Budha semata melainkan juga para wisatawan, masyarakat umum dan fotografer. Prosesi puncak itu adalah....ya apalagi kalau bukan pelepasan 1000 lampion ke udara. Pelepasan lampion ke udara merupakan simbol atas hilangnya kesuraman dan kegelapan dalam rangka meraih cita-cita dan esok yang lebih cerah. Biasanya seiring dengan diterbangkannya lampion para Umat Budaha terlebih dahulu menyampaikan doa-doa mereka. Prosesi ini tidak hanya bisa diikuti oleh Umat Budha semata namun juga bisa diikuti oleh masyarakat umum asalkan sebelumnya mendaftarkan diri kepada panitia dengan membayar uang sebesar Rp 150.000 per lampion. Kami yang waktu itu bertujuh ditambah Bima dan dua temannya akhirnya berpatungan membeli satu buah lampion dan entah bagaimana menghitungnya, si Bima hanya meminta masing-masing dari kami membayar Rp 10.000 saja. Hohoh baiknya. Ternyata mau menerbangkan lampion itu susahnya bukan main, kami harus memegang lampion dengan benar sambil menjaga agar api yang membakar sumbu tidak ikut membakar kertas lampion. Belum kami juga harus menunggu api membakar sumbu dengan sempurna dan juga menunggu kertas lampion telah mengembang dengan benar. Setelah sepuluh menitan barulah kami merelakan lampion yang kami beli untuk terbang bersama teman-temannya ke angkasa. Mana lampion kami sempat berulah. Jadi, tidak seperti lampion lain yang langsung terbang membumbung ke atas, eh lampion kami malah terbang mendatar terlebih dahulu sampai nyaris menabrak kepala para pengunjung yang lain barulah akhirnya dia mengikuti lampion-lampion lain untuk terbang ke atas. Yah, sepertinya lampion kami enggan berpisah dengan kami (Halah ngaku aja yang menyalakan masih amatiran. Muahahah. :p). Kalau diibaratkan dengan adegan film, maka pelepasan lampion merupakan "a happy ending story". Semua pengorbanan dan penantian kami terbalaskan dengan kemegahan Candi Borobudur di malam hari yang diwarnai oleh ribuan cahaya dari lampion yang terbang ke angkasa. Itu cantik banget man!!
The Monks and Lanterns
Saya kebagian Nyalain Lampion. Panas Bray! >.<
Lampion Kami Siap Terbang
Lampion Kami Menuju Bulan!
Finally sampailah kita di akhir postingan ini. Waisak Trip 2012 ini benar-benar menjadi pengalaman tak terlupakan bagi diri saya secara pribadi. Saya beruntung sekali bisa menyaksikan perayaan hari besar agama lain yang sangat sakral dan khidmat. Dari perjalanan ini saya bisa mengambil pelajaran bahwa inilah perbedaan dan perbedaan itulah yang membuat dunia ini semakin berwarna. Perjalanan ini juga membuat saya tersadar mau seperti apapun agama yang kita anut asalkan kita bisa bersatu maka akan terlihat indah. Tak ubahnya ribuan lampion yang diterbangkan oleh berbagai macam orang dengan perbedaan latar belakang namun akhirnya terlihat indah ketika bersatu menuju ke satu arah yang sama. Ah pokoknya, menyaksikan Perayaan Waisak di Candi Borobudur secara langsung sangat saya anjurkan untuk anda semua seengak-enggaknya walaupun cuma sekali dalam hidup anda. Trust me!
Selamat Menyaksikan Perayaan Waisak di Tahun-Tahun Selanjutnya dan Salam Kupu-Kupu. ^^d
P.S.
Biar makin mupeng ini nih saya beri video waktu pelepasan lampion yang direkam si Adit tapi maaf kalau kualitas gambarnya jelek, maklum pakai handphone doang. Hohoh. Check this video out!!
fotonya bagus bagus ya.yang lagi nyalain lampion terlihat hidup bgt gambarnya:p
ReplyDeletehahahah makasih nes. ini hasil foto dari berbagai kamera digital. wkwkw. :)
ReplyDeleteamazing moment with amazing friends... :)
ReplyDeleteso true!! heheh. :)
ReplyDelete