Saturday, February 16, 2013

2 Hari 1 Malam Menyapa Negerinya Para Dewa



"What you may think are trials and tribulations, are just moves in God's plan. Always remain faithful."
-Unknown- 

Sekali lagi, rencana Allah memang tidak bisa diduga oleh manusia. Mungkin sebagian dari kita hanya bisa menggerutu dan kecewa manakala rencana yang telah kita susun tidak terlaksana. Namun percayalah, Tuhan kita tidak pernah tidur dan telah mempersiapkan rencana-rencana lain bagi kita. Salah satunya adalah pengalaman jalan-jalan saya kemarin. Err, masih ingatkah stufliers semua tentang rencana tahun lalu saya untuk jalan-jalan ke Dieng bersama para tetangga yang kemudian gagal di detik-detik terakhir karena terjadi hal tidak mengenakkan? Nah, siapa yang bakal mengira kalau beberapa bulan kemudian akhirnya saya kesampaian menyapa negerinya para dewa (sebutan untuk Dieng) meskipun bukan ditemani oleh para tetangga saya. Tersebutlah, Mas Febry dan Dian-dua teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) saya dulu yang kemudian menemani saya untuk menjelajahi Dieng. Semua berawal dari ajakan si Dian untuk berjalan-jalan dalam rangka mengisi libur semesteran. Saya pun akhirnya mengusulkan pada si Dian untuk mengunjungi Dataran Tinggi Dieng soalnya dari dulu saya penasaran banget untuk menyaksikan sunrise dari Puncak Sikunir yang sering sekali digembor-gemborkan oleh traveler lain sebagai salah satu spot terbaik untuk menyaksikan matahari terbit di Indonesia. Dengan respon yang sangat cepat si Dian pun menyetujui usulan saya. Tak lupa Dian juga menawari rekan-rekan KKN saya yang lain terkait rencana jalan-jalan kami. Semua serba mendadak. Saya yang buta tentang Dieng akhirnya mencoba bertanya-tanya ke berbagai grup jalan-jalan di facebook terkait akomodasi selama disana, alhamdulillah-nya respon dari para traveler di berbagai grup juga sangat cepat. Salah seorang traveler bahkan sampai memberikan tips sangat lengkap yang lebih mirip disebut sebagai suatu itinerary daripada suatu tips. Salah seorang teman dari CouchSurfing, Eva-bahkan merekomendasikan satu penginapan murah disana yang cukup dengan mengucapkan kata-kata sakti eh saya berhasil memesan satu standard room (dengan dua bed) ditambah extra bed dengan harga terjangkau (hayoo, pasti pada penasaran kata-kata sakti yang saya maksud kan? :p). Yoshaa!

Friday, February 8, 2013

Jalan-Jalan Semarangan: Mutar-Muter Demi Tay Kak Sie


Salah satu hal yang saya sukai dalam kegiatan traveling selama ini adalah mengagumi tata kota suatu daerah beserta bangunan-bangunan unik dan keren yang ada di daerah tersebut. Makanya, jangan heran kalau saya begitu bernafsu bila mendapat ajakan untuk menyambangi kawasan kota lama yang ada di suatu daerah ataupun mengunjungi landmark-landmark yang ada disana mulai dari tugu, candi, masjid, bangunan kuno, hingga jembatan saya pasti suka. Namun ada dua bangunan yang menjadi favorit saya kalau tengah berkunjung ke suatu daerah yakni gereja dan kelenteng. Why? It's simply karena biasanya kedua bangunan tersebut didesain dengan unik dan menarik. Mayoritas sih mengikuti pakem design bangunan bergaya Eropa atau Asia yang entah mengapa bisa sukses membuat saya berdecak kagum. Err, kekaguman itu mungkin ada kaitannya dengan faktor saya yang selama ini belum pernah sekalipun (catat, SEKALIPUN *trims*) berpetualang dan menginjakkan kaki ke negeri orang (apalagi ke Eropa...belum mampu gan!) sehingga cukup dengan melihat tiruan desainnya saja saya sudah merasa puas. Hiks. Nah baru-baru ini, saya dan salah satu teman jalan-jalan saya si Nurul (lagi-lagi? heheh) berkesempatan untuk melihat kelenteng tertua yang ada di Kota Semarang. Yep yep, kelenteng yang saya maksud adalah Kelenteng Tay Kak Sie. Eh tapi entah saya yang benar-benar buta arah atau bagaimana, perjalanan ini begitu menguras fisik dan mental (oke, agak lebay :p). Bayangkan kami harus mutar-muter kesana kemari karena tersesat dan tak tahu arah yang pasti. Grrrrrr.

Sunday, February 3, 2013

Gecok Kikil, Si Makanan Legenda Yang Mulai Terlupa


Bisnis makanan memang selalu mengalami pasang surut. Tak ubahnya bagaikan oasis di padang gurun gersang, ramai didatangi hingga kelak waktunya tiba dia pun akan menghilang. Ya, akan seperti itu bahkan oasis yang besar sekalipun. Demikian pula dengan bisnis makanan (kuliner), akan ada masanya dia ramai dikunjungi pelanggan namun bila tak pintar mempertahankan maka makanan itupun akan ditinggalkan pelanggan dan sejurus kemudian ia menghilang. Tak tanggung-tanggung hal seperti ini tidak hanya menimpa komoditas kuliner baru saja melainkan kuliner yang sudah lama ada di suatu daerah bisa tuh bernasib serupa. Salah satu contohnya adalah kuliner legenda dari kampung halaman saya-Salatiga, yah meskipun tidak hilang...lang...lang, tapi penjual yang saya temui dewasa ini baru berjumlah satu orang saja seantero kota! Terdengar mengenaskan? Banget! Asal tahu saja, dulu ketika saya masih kecil menemukan penjual makanan itu...duh bagaikan melihat minimarket modern di tahun 2013 atau dengan kata lain gampang sekali saking bejibunnya yang berjualan. Nah kalau sekarang menemukan penjual makanan tersebut bagaikan melihat minimarket di awal tahun 2000-an. Susyeeeeh-nya minta ampun. Entahlah saya juga kurang begitu mengerti alasan di balik menghilangnya para penjual makanan legenda itu. Apakah karena konspirasi zionis seperti yang santer terdengar di berita akhir-akhir ini? *eh* 
Ah, saya hampir lupa memperkenalkan makanan legenda itu kepada kalian. Baiklah, mari saya perkenalkan.