Saturday, March 7, 2015

Masjid Turen: Antara Mitos Dan Kontradiksi


Gara-gara iseng ikut kedua orang tua saya wisata ziarah bersama rombongan teman haji mereka, tanpa disangka saya bisa menjumpai masjid yang luar biasa. Tidak tanggung-tanggung, bahkan menurut saya ini adalah masjid paling megah sekaligus indah yang pernah saya kunjungi di negara kita tercinta. Mulut saya sampai terus-terusan menganga setiap menjelajahi setiap lorong atau lantainya. 

Hujan gerimis menyambut rombongan kami saat tiba di suatu daerah yang masih bagian dari Kabupaten Malang. Kami tiba sudah terlalu larut. Tepat jam setengah tujuh malam, bus yang kami naiki baru sampai sana. Di saat rombongan peziarah atau pengunjung lain sudah siap beranjak dari tempat itu, rombongan kami justru baru memulai kunjungan ke Masjid Turen.

Nama Masjid Turen, sebenarnya sudah tidak begitu asing dengan saya. Beberapa tayangan di televisi sempat membedah keindahan masjid yang sejatinya merupakan kompleks dari pondok pesantren modern ini. Namun, melihatnya secara langsung dengan mata kepala sendiri sungguh merupakan pengalaman yang begitu berbeda.

Berjalan sebentar dari area parkir bus, saya sudah bisa melihat bangunan Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah yang super megah itu. Menara besar dengan dinding yang dilapisi keramik warna putih-biru menyambut setiap pengunjung yang hendak masuk ke dalam area pesantren.

Menara penyambut, kalau dari bawah
kok mirip kue tart ya?

Baru beberapa langkah masuk melewati menara tadi, mulut saya tanpa bisa dikontrol langsung menganga sejadi-jadinya. Berulang kali ucapan "woah" juga mengalir dengan sendirinya dari mulut saya sampai-sampai petugas loket masuk pesantren dan sejumlah pengunjung sempat melirik saya. Ini pasti bukan pesantren! Ini pasti kerajaan!

Taman depan

Bangunan unik ini adalah loket masuknya

Kalau tidak diingatkan oleh kedua orang tua kalau kami tengah pergi bersama rombongan besar dan bukan dengan keluarga atau teman, pasti saya bakalan sedikit berlama-lama di luar pesantren. Sayangnya, rombongan kami terlihat telah terburu-buru memasuki bangunan utama sehingga saya terpaksa ikut mengekor mereka agar tidak ketinggalan.

"Ini mas, pakai plastik saya. Saya sudah selesai dari dalam kok", seorang bapak pengunjung lain mendadak menyodorkan tas plastik besar warna putihnya saat melihat saya tengah melepas sandal gunung yang saya pakai. Saya pun menerima dengan senang hati dan segera mengucapkan terima kasih atas kebaikannya. Sekedar catatan, ketika kalian hendak pergi wisata ziarah kemanapun - membawa tas plastik ukuran besar akan sangat membantu karena di beberapa tempat para pengunjung harus melepas alas kaki yang mereka kenakan.

Setelah masuk ke dalam bangunan utama pondok pesantren, mulut saya kembali menganga. Ternyata bangunan ini tidak hanya cantik dari luar, melainkan juga dari dalam. Semua bagian dinding bangunan dilapisi oleh keramik dengan pahatan keren disana-sini, kebanyakan berpahat kaligrafi Arab. Secara sekilas, interior maupun eksterior dari seluruh bagian pondok pesantren terlihat bagaikan perpaduan antara China dengan Timur Tengah.

Kaligrafi arab di salah satu pilar kecil

Biru-putih. 

Saya suka batu-batu menyala ini

Keterkejutan saya tidak cukup cuma sampai disitu saja. Mari menganga bersama-sama: Pondok pesantren yang dirintis oleh KH. Ahmad Bahru Mafdlaludin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam pada tahun 1963 ini menempati area seluas 4 hektar dan baru 1,5 hektar saja yang kini telah digunakan. Di dalam pondok, terdapat berbagai macam fasilitas mulai dari kolam renang, food court, kolam perahu, hingga koleksi binatang bak kebun binatang mini. Bangunan utama pondok terdiri dari 10 lantai, dimana masing-masing lantai memiliki fungsi, filosofi dan karakteristik desain yang berbeda-beda. Beh! Dan ini yang paling bikin menganga: boleh percaya atau tidak, seluruh desain bangunan maupun lantai bukan merupakan hasil dari pemikiran seorang ahli, melainkan dari hasil ibadah sang pendiri pondok itu sendiri!

Saya di lorong utama.

Sudut favorit saya di lantai 3

Saking mengagumkannya, berbagai mitos menyapa pondok pesantren ini. Ada yang menyebut masjid yang ada disana dengan sebutan Masjid Tiban atau masjid yang muncul secara tiba-tiba entah darimana. Yang paling ekstrem, ada pula yang menyebutkan kalau kompleks pesantren tersebut dibangun oleh pasukan jin dalam waktu satu malam gara-gara banyak warga sekitar yang tidak tahu menahu soal pembangunan masjid.

Mitos ini berusaha mati-matian dibantah oleh para penggiat pondok. Berbagai selebaran dibagikan kepada pengunjung yang pada intinya berusaha menjelaskan kalau mitos-mitos tadi hanyalah fitnah semata. Masjid Turen dibangun oleh manusia - para santri, jamaah, tamu dan siapa saja yang berkenan, sesuai atas petunjuk dari Kiai Ahmad. Pendanaannya pun dilakukan secara swakarsa oleh sang kiai sendiri.

Kembali ke rombongan ziarah yang saya ikuti, ketua rombongan kami ternyata pernah mengunjungi Masjid Turen beberapa kali. Beliau kemudian mengajak kami berkeliling, menelusuri lorong demi lorong yang terasa membingungkan bak labirin, serta lantai demi lantai. Kami juga diajak keluar, katanya sih mengunjungi masjid yang menjadi cikal bakal pondok pesantren modern ini. Masjid berukuran kecil dan penuh ukiran cantik di dalamnya itulah yang disebut-sebut sebagai Masjid Tiban.


Atap depan Masjid Tiban

Kaligrafi di dinding

Di pilar juga ada. Oh lihat, mimbar khotbahnya.
Epicness!

Atap masjid saja penuh pahatan nan detail

Sehabis melihat masjid, beliau lalu mengarahkan kami untuk ziarah ke makam Kiai Ahmad yang berada di dalam kompleks pesantren. Peziarah pria dan wanita dipisahkan oleh sekat kain tipis. Makam Kiai Ahmad sepintas tampak seperti sebuah Kuil Yunani, dengan pilar-pilar putih menghiasi di sekelilingnya. Pilar-pilar itu dipahat dengan sangat detail dimana mereka seperti melindungi bangunan persegi kecil yang berada di tengah bangunan- pusara sang kiai.

Makam Kiai Ahmad
Sebelum beranjak dari makam, saya memutuskan membaca petuah-petuah Kiai Ahmad yang terukir di dinding pengeliling area makam. Ada satu petuah yang menarik hati saya. Petuah yang menunjukkan suatu kontradiksi. Petuah ini berbunyi tentang himbauan Kiai Ahmad agar setiap manusia dilarang bergaul dengan jin. Menurutnya, sebaik-baiknya jin adalah seburuk-buruk manusia. Tentu petuah tadi sebenarnya bisa menjadi penangkal mitos yang tersebar di masyarakat. Bagaimana mungkin kompleks pesantren dikatakan dibangun oleh pasukan jin, jika sang kiai dengan jelas mengajarkan manusia agar menjauhi jin? Di akhir petuah bahkan beliau menambahkan kalau pondok pesantren tersebut merupakan area bebas jin.

Petuah tentang jin

Namun, petuah itu justru menimbulkan tanda tanya besar di hati saya. Ada apakah gerangan sehingga Kiai Ahmad sebegitu gencarnya melakukan pertentangan dengan jin? Pertanyaan itu saya kubur rapat-rapat. Biarlah tetap menjadi misteri. Sebagaimana misteri tentang seorang manusia tanpa latar belakang arsitektur apapun bisa menciptakan desain kompleks pesantren sekaligus masjid yang begitu indah, megah dan detail. Well, only God knows. :)

Salam Kupu-Kupu ^^d

P.S. Tidak dipungut biaya apapun untuk memasuki pondok, para pengunjung yang datang hanya perlu melaporkan diri kepada petugas dan akan diberikan kartu masuk.

3 comments: