Mudik lebaran tahun ini, keluarga saya mengalokasikan waktu yang singkat di Pacitan yakni cuma dua hari satu malam. Tak ingin waktu terbuang percuma, begitu sampai di rumah kediaman nenek, saya langsung mengajak saudara-saudara untuk pergi ke pantai. Setelah berdebat singkat, kami semua sepakat memilih Pantai Taman sebagai jujugan kami hari itu.
Mendekati pukul empat sore, rombongan kami yang terdiri atas saya, kakak, adik, Om Wiji, serta empat supupu: Mbak Intan, Dafiq, Afid, dan Sony berangkat menuju Pantai Taman dengan satu buah mobil. Saya yang kebagian menyetir, sementara Dafiq dan Mbak Intan yang sudah pernah ke pantai ini sebelumnya bertugas menjadi navigator.
Dari kampung nenek menuju ke Pantai Taman membutuhkan waktu sebentar, paling hanya sekitar 30 - 45 menitan. Saya mengambil rute Jalan Lintas Selatan yang jalannya mulus dan lumayan sepi meski ada banyak tanjakan dan kelokan.
Sebenarnya, ada banyak pantai sederetan jalan lintas penghubung Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Trenggalek ini. Saya sudah pernah menyambangi dua di antaranya, yakni Pantai Wawaran dan Soge. Pemandangan pantai-pantai ini bisa kita intip saat melewati jalan lingkar, terkadang tersembunyi di kerimbunan pepohonan pada sisi-sisi jalan.
Berhubung ada banyak pilihan pantai, kami bisa bebas memilih pantai mana yang hendak kami datangi. Kalau suatu pantai terlihat ramai oleh pengunjung, kami bisa memilih yang lebih sepi. Enak ya? Apalagi, pantai-pantai sederetan ini sama cantiknya.
Kemarin, Pantai Soge merupakan pantai paling ramai dengan kehadiran wisatawan. Tempat parkir sampai penuh, bahkan gerombolan wisatawan bisa kami lihat di pinggir-pinggir jalan. Syukurlah, tujuan kami bukan ke Pantai Soge, melainkan Pantai Taman.
Pantai Taman sendiri kalau kata Dafiq terletak persis di sebelah Soge, namun untuk kesana kami harus melewati jalan yang menaiki satu bukit. Selain dikenal dengan keindahan pantainya, Pantai Taman juga dikenal akan flying fox dan konservasi penyunya.
Sayangnya, flying fox itu tidak dibuka setiap hari, dan kami tiba disana ketika matahari sudah berancang-ancang untuk istirahat. Kami pun bergegas menuju ke area pantai untuk sekedar menikmati panorama pantai di sore hari, dan mengambil gambar.
Ini judulnya galau mau basah-basahan atau tidak. |
Yeay! |
Jarak umur saya dan sepupu kebanyakan cuma selisih satu hingga tiga tahun, jadi bisa gila-gilaan sepuasnya. XD |
Dibandingkan dengan Pantai Soge, pasir pantai taman lebih berwarna cokelat gelap. Garis pantainya juga tidak sepanjang Pantai Soge, meski kalau untuk ukuran pantai sudah termasuk di atas rata-rata. Beberapa pengunjung lain selain kami bahkan ada yang terlihat tengah ber-jogging santai sore itu.
Entah karena hari sudah sore atau memang sedang musimnya, tapi debur ombak pantai yang terletak di Desa Hadiwarno, Kecamatan Ngadirojo ini kemarin cukup besar. Bahkan, jejak ombak sebelumnya bisa terlihat jelas hampir menutupi separuh lebih area pantai. Bendera-bendera merah penanda batas ombak juga tersebar di beberapa tempat.
Menjelang waktu maghrib, kami memutuskan pulang. Agak sedih sebenarnya karena saya belum mencoba flying fox atau melihat penangkaran penyunya, tapi tak masalah - yah, paling tidak sudah mendatangi tempat wisata lain di kampung halaman mama.
Sungguh, saya tak pernah menyesal untuk ikut mudik. Walau terkadang perjalanan begitu melelahkan dan menguras emosi, tapi ada banyak hal positif yang bisa saya dapatkan: bertemu saudara yang jarang sekali bisa berjumpa kalau hari biasa, mencicipi makanan khas yang hanya ada di kampung, serta ditambah jalan-jalan ke tempat wisata yang ada disana.
Bukankah itu semua membahagiakan?
Salam Kupu-Kupu dan mari jadi pejalan yang bertanggungjawab. ^^d
Sebatang kayu yang menancap di pasir. |
(Sok-sokan) jogging. Tapi asli, menurut saya Pantai Taman asyik banget dipakai buat berolahraga karena pasirnya padat. |
Entah karena hari sudah sore atau memang sedang musimnya, tapi debur ombak pantai yang terletak di Desa Hadiwarno, Kecamatan Ngadirojo ini kemarin cukup besar. Bahkan, jejak ombak sebelumnya bisa terlihat jelas hampir menutupi separuh lebih area pantai. Bendera-bendera merah penanda batas ombak juga tersebar di beberapa tempat.
Bendera merah. |
Sony - sepupu saya paling kecil, tengah menuliskan namanya di pasir. |
Menjelang waktu maghrib, kami memutuskan pulang. Agak sedih sebenarnya karena saya belum mencoba flying fox atau melihat penangkaran penyunya, tapi tak masalah - yah, paling tidak sudah mendatangi tempat wisata lain di kampung halaman mama.
Sungguh, saya tak pernah menyesal untuk ikut mudik. Walau terkadang perjalanan begitu melelahkan dan menguras emosi, tapi ada banyak hal positif yang bisa saya dapatkan: bertemu saudara yang jarang sekali bisa berjumpa kalau hari biasa, mencicipi makanan khas yang hanya ada di kampung, serta ditambah jalan-jalan ke tempat wisata yang ada disana.
Bukankah itu semua membahagiakan?
Terima kasih sudah mampir! |
Salam Kupu-Kupu dan mari jadi pejalan yang bertanggungjawab. ^^d
No comments:
Post a Comment