|
Sam Poo Kong |
Annyeong! Good night everybodyyyy!
Hey hey hey, Jalan-Jalan Semarangan is baccckkk nih! Kota Semarang ternyata punya sejuta pesona yang mampu membius para wisatawan dengan obyek-obyek wisatanya. Mau santai di pantai? Ada. Mau melihat bangunan tua? ada banget. Mau mengunjungi museum? banyak. Mau mencari suasana oriental? Kelenteng bisaaaa. Ah, pokoknya lengkap! Nah, kali ini saya akan melanjutkan kembali cerita tentang jalan-jalan di obyek-obyek wisata yang ada di Semarang. Dua obyek wisata yang telah kami sambangi pada 21 Februari 2013 yang lalu adalah Kuil Sam Poo Kong dan Museum Ranggawarsita. Eh sebentar, kok pakainya kami? Iya, soalnya saya tidak sendirian. Tetep tuh setia ditemani sama si Nurul dalam mengubek-ubek tempat wisata. Hahah semoga kalian semua tidak bosan dengan kami ya. So, mari kita segera mulai cerita jalan-jalan Semarangannya! *siap-siap popcorn*
Kuil Sam Poo Kong bisa dikatakan merupakan salah satu icon wisata Kota Semarang yang terkenal. Kalau Lawang Sewu menduduki peringkat satu, mungkin kuil ini berada di deretan terdahsyat (eh) nomer dua saking termasyhurnya. Meskipun begitu, hari itu adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di kuil tersebut setelah sekian lama mendengarkan gaung kemegahan dan keindahan kuil yang dikenal pula dengan sebutan Kuil Gedung Batu. Kuil ini terletak di daerah Simongan dan berada di pinggir jalan besar sehingga mudah ditemukan. Belum lagi jaraknya juga cukup dekat dengan pusat kota Semarang. Sesuai cerita yang berkembang, daerah Simongan ini dulunya merupakan wilayah pesisir pantai. Pada waktu itu, Laksamana
Cheng Ho memutuskan untuk singgah di daerah tersebut dikarenakan ada anak buahnya yang tengah sakit. Laksamana Cheng Ho sendiri saat itu sebenarnya tengah melakukan misi perdamaian dari Tiongkok ke Afrika bersama 2.700 anak buah dan berlayar menggunakan kapal sebanyak 200 buah (ajegile). Namun karena ada anak buahnya yang tengah sakit, Cheng Ho pun memutuskan untuk menyandarkan kapal mereka di daerah Simongan sembari menunggu kesembuhan para anak buah. Selama berada di daerah tersebut, Laksamana Cheng Ho menjalin hubungan baik dengan masyarakat setempat dan mengajari mereka ilmu bercocok tanam serta budi pekerti. Bahkan, banyak anak buahnya yang menikah dengan penduduk Simongan. Di tempat itu pula, Laksamana Cheng Ho menemukan sebuah goa batu yang kemudian dialih fungsikan menjadi tempat peribadatan dan persemedian. Nah, goa batu inilah yang kemudian setelah Laksamana Cheng Ho meninggalkan tempat itu dibangun kuil sebagai tanda terima kasih dan penghormatan masyarakat Simongan atas jasa-jasanya.
|
Pose Absurd saya di depan gerbang masuk kuil |
|
Patung Laksamana Cheng Ho |
|
Bukan lagi ngemis yah |
Kompleks Kuil Sam Poo Kong bisa dibilang cukup luas dan terdapat beberapa bangunan di dalamnya. Selain digunakan untuk memuja Cheng Ho, disini juga terdapat tempat pemujaan Dewa Bumi, Mbah Djurumudi yang dipercaya sebagai juru mudi kapal, Kyai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan Kyai dan Nyi Tumpeng. Di tengah-tengah kompleks terdapat halaman yang lumayan luas dan dihiasi dengan beberapa patung termasuk patung besar sang laksamana sendiri. Di pojok kiri halaman juga berdiri pintu gerbang besar yang sangat megah namun sayang sekali saya tidak tahu kegunaannya untuk apa. Lagipula, di belakang pintu gerbang itu langsung ada pagar samping yang mengelilingi kuil sehingga saya mempertanyakan fungsi pintu gerbang ini karena sepertinya bakalan susah untuk dibuka. Tapi, foto di depan pintu gerbang ini oke banget loh. Berasa foto di depan pintu gerbang Forbidden City nun jauh di China sono. Hahah. Saat kami mengunjungi Kuil Sam Poo Kong hari itu, nampak beberapa pekerja tengah mengerjakan bangunan baru di kompleks itu. Entah bangunan apa yang akan dibangun tapi semoga bisa semakin mempercantik kuil ini yah. By the way, buat yang mau berkunjung kesini setiap pengunjung diperkenakan biaya tiket masuk sebesar Rp 3.000,00 per orang dan Rp 1.000,00 untuk satu motor. Murah kan? Mari berkunjung!
|
Bangunan baru |
|
Nurul |
|
Ni hao! |
Puas menikmati keindahan bangunan di Kuil Sam Poo Kong, kami pun memutuskan melanjutkan petualangan ke daerah Mangkang. Museum Ranggawarsita telah menanti untuk dijelajahi. Museum ini terletak pula di pinggir jalan besar (jalan penghubung Semarang-Jakarta) sehingga mudah ditemukan. Bagi yang menggunakan pesawat, berbahagialah karena museum ini letaknya tidak jauh dari Bandara Ahmad Yani Semarang. Tiket masuknya juga cukup murah. Setiap pengunjung hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 4.000,00 per orang dan tidak dipungut biaya parkir. Saya dan Nurul sempat dibikin panik ketika mau membayar. Kami berdua (dengan tidak bermaksud sombong *plak*) sama-sama membawa uang dengan pecahan yang cukup besar. Empat orang wanita petugas loket masuk mengatakan tidak memiliki uang kembalian sama sekali dan menyodorkan kembali uang yang kami bayarkan. Lah? Kamipun membongkar semua kantong di dompet dan tas masing-masing sembari berharap menemukan uang receh untuk menebus tiket masuk. Seribu...dua ribu...tiga ribu...blaaahh, setelah merogoh semua kantong yang ada kami hanya bisa mengumpulkan uang enam ribu rupiah. Masih kurang dua ribu untuk bisa membeli tiket masuk nih. Aduh, Nurul pun menyodorkan kembali uang pecahan besar dan mengatakan hanya ada uang Rp 6.000,00 pecahan kecil yang kami punya. Eh salah seorang ibu malah meminta uang Rp 6.000,00 yang kami punya sembari berkata "ya sudah, saya berikan diskon untuk kalian". Ah! Mata saya langsung berbinar-binar terharu penuh emosi. Kalau di film-film kartun pasti tatapan mata saya sudah mengeluarkan bintang-bintang kecil warna warni saking bahagianya. Halah. Setelah mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan berjanji untuk mempromosikan Museum Ranggawarsita lewat tulisan di blog (eciee), kamipun mantap untuk menjejakkan kaki menuju pintu masuk museum.
Saat itu nampak ada keramaian di depan pintu masuk museum. Ada segerombolan penari tengah lincah menari sembari mengajak (menyeret paksa sih lebih tepatnya) para penonton yang kebanyakan masih anak-anak dengan seragam SMP ke depan panggung. Sesekali tawa riuh merebak di mulut mereka. Hmm. Sepertinya sedang ada pertunjukan kesenian Jawa, menarik sih tapi tujuan kami datang ke Museum Ranggawarsita bukan untuk melihat itu. Saya dan Nurul pun berlalu dan segera memasuki pintu masuk museum. Kami disambut seorang petugas yang mengatakan bahwa tas kami harus dititipkan di loker penyimpanan. Wah, seumur-umur masuk museum baru kali ini deh disuruh menitipkan tas. Setelah menitipkan tas dan meminta brosur wisata ke mbak petugas, kami berdua pun bersiap memasuki ruang pamer museum yang diresmikan pada 5 Juli 1989 ini. Begitu masuk, saya langsung mlongo. Tidak saya sangka sebelumnya kalau Museum Ranggawarsita bakalan luaaaaasssssssssss banget! Simak nih ya, luas keseluruhan museum ini tercatat mencapai 8.438 meter persegi dan memiliki 4 gedung pameran tetap yang masing-masing gedung terdiri dari dua lantai dengan koleksi yang jumlahnya lebih dari 50.000-an! Itu belum termasuk dengan fasilitas-fasilitas penunjang lain seperti pendapa, gedung pertemuan, perpustakaan, laboratorium, perkantoran, dan gedung deposit koleksi. Gile bener! Pantas saja museum ini merupakan museum kebanggaan Provinsi Jawa Tengah, lha wong gedung pamerannya aja luasnya 1,8 hektar. Gempor gak tuh? -_-
Sayangnya yah, meskipun museumnya sendiri udah segila itu eh tetep dah pengunjung yang datang sedikit banget. Sepinya kebangetan. Dih, museum segede itu pengunjungnya cuma saya dan Nurul doang coba. What's wrong with you people? Ah, daripada saya gemes lebih baik mari saya ceritakan apa saja yang kami lihat di dalam museum itu. Anggaplah kalian tengah mengikuti study tour jaman sekolah hihih. Gedung yang pertama kami masuki adalah gedung A dan kami langsung disambut oleh galeri geologi. Disini kita bisa melihat proses terbentuknya alam semesta mulai dari galaksi, planet, matahari hingga bumi sendiri. Galeri ini dilengkapi dengan koleksi meteorit, bebatuan cantik dan menarik, bahkan hingga miniatur goa lengkap dengan stalaktit dan stalamkitnya. Setelah itu kami berdua pun memasuki terowongan kecil dan begitu sampai di pintu terowongan...ada mamoth yang menyambut kami! Larii, selamatkan diri kalian! Hahahah. Eh bercanda, jangan kabur beneran. Yap, ada mammoth yang menyambut berarti kami telah berada di galeri paleontologi yang serba purba. Selain bisa melihat tiruan mammoth, disana kami juga melihat sejarah tentang manusia purba lengkap dengan fosil-fosilnya. Ada pula fosil tanaman purba dan hewan purba yang dipamerkan. Humba humba!
|
Saya di goa buatan |
|
Batuan alam nan cantik |
|
Dikejar mammoth nuu? |
|
Saya dan Saradan |
Selanjutnya, secara berturut-turut kami berdua diajak melompat dari satu sejarah ke sejarah lainnya. Dari mulai melihat hasil jaman peradaban Hindu-Budha hingga hasil jaman peradaban prasejarah maupun peradaban lainnya. Diajak pula melihat teknologi dan kerajinan tradisonal, galeri perjuangan bersenjata, galeri pembangunan, hingga galeri kesenian. Semua lengkaaaap. Koleksi batik, keramik, mata uang, wayang, pakaian adat dan sejarah kota-kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah...sok mangga kalau mau dilihat. Kami berdua saja kemarin sampai kecapaian berkeliling dari satu galeri ke galeri lainnya, dari bawah ke atas, ah ini ceritanya maen ke museum sambil olahraga. Eh tapi agak ngeri juga waktu kami berada di galeri kesenian karena disana ada diorama kesenian wayang orang dan reog lengkap dengan patung-patungnya. Hii ngeri aja kalau semua tiba-tiba hidup (oke, korban film horror). Galeri terakhir adalah galeri yang mungkin paling bisa membuat para wanita berdecak kagum. Terletak di satu ruangan khusus sebelum keluar dari gedung pameran museum adalah galeri koleksi emas. Ya ampun berasa masuk ke toko emas deh saking menakjubkannya perhiasan-perhiasan emas yang ada disana. Silahkan berlama-lama di galeri ini karena dari semua gedung pameran hanya di galeri inilah yang dilengkapi dengan pendingin udara. Mari ngadem saudaraaaa. Hahahah.
|
Emass *.* |
Ah, saya mengakui dah sekarang. Semarang memang memiliki pesona sendiri. Walau tidak setenar kota-kota lain sebagai destinasi pariwisata namun obyek wisata di Kota Semarang cukup lengkap kok. Kabar bagusnya sih, dari semua obyek wisata yang pernah saya datangi tiket masuknya tidak mahal-mahal amat. Yup, masih murah meriah dan tidak begitu menguras kantong. Sayang, sepertinya obyek-obyek wisata di Semarang masih kurang promosi banget. Eh, masih diperparah pula dengan cukup membingungkannya akses transportasi umum (yang murah tentunya) untuk menuju ke tempat-tempat tersebut. Semoga hal ini bisa segera dibenahi oleh Pemerintah Kota Semarang deh. Finally, segmen cerita Jalan-Jalan Semarangan nampaknya akan berakhir disini. Saya sama Nurul sudah kebingungan obyek apa lagi yang akan kami kunjungi. Well, hope you guys enjoyed it dan mari berkunjung! Sampai jumpa di cerita jalan-jalan lainnya stufliers!
Cheers dan Salam Kupu-Kupu ^^d
P.S. Teruntuk keempat ibu petugas loket Museum Ranggawarsita yang telah berbaik hati, tulisan ini sekaligus sebagai penepatan janji saya yaah. Terima kasih. ^^
china town semarang uda kaya mirip di china beneran ya
ReplyDeleteMampir kesini ya, salam kenal Peta Indonesia Karya Anak Negeri
iya mas, eh tapi itu di kuilnya kok. China Town nya gak kaya gitu. Terima kasih sudah berkunjung. :)
Delete