Sunday, May 22, 2016

Mengintip Kerimbunan Taman Mangrove Rembang



Ceritanya, saya mendapatkan tugas kembali di Kabupaten Rembang. Tugas saya sederhana: pergi mengambil sebuah dokumen dan membawanya pulang. Tugas itu tak memakan waktu yang lama, hanya sekitar 10 menit saja. Rasa dilema menerpa diri selepas itu. Begini sajakah? Apa saya harus pulang? Kalau dipikir-pikir kok rasanya tak sebanding dengan perjalanan darat selama lima jam yang telah saya tempuh.


Saya pun berpikir singkat, mempertimbangkan segala kemungkinan dan ketersediaan waktu. Saya menengok jam yang kala itu tengah menunjukkan pukul 10.10 WIB.

"Ah, bisa ini kalau dipakai jalan-jalan sebentar", batin saya.

Tak mau waktu terbuang percuma, saya bergegas menuju ke tempat wisata di Kabupaten Rembang yang belum pernah saya datangi sebelumnya. Kali ini, tujuan saya adalah Taman Mangrove di Desa Pasar Banggi.

Saya memilih kesana berdasarkan pertimbangan jarak yang relatif dekat dan mudah untuk ditemukan. Saya hanya perlu berkendara menuju arah Lasem dari Alun-Alun Rembang. 15 menit kemudian papan bertuliskan "Taman Mangrove Pasar Banggi" sudah bisa saya temukan di sisi kiri jalan.

Saya pun berbelok dan mengikuti jalanan desa menuju ke taman itu. Sebuah area parkir telah disediakan oleh warga desa bagi para pengunjung baik yang memakai kendaraan roda dua atau empat.

Gudang penyimpanan garam di dekat area parkir.

Itu adalah kali pertama saya melihat tanaman
kaktus hidup di kawasan pantai.

Petualangan menuju taman mangrove dimulai dari sana. Setiap pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang mengelilingi area tambak. Jalan itu terasa panas seiring dengan makin tingginya posisi matahari.

Seorang ibu pemilik warung yang berdiri di sisi jalan setapak menghentikan langkah saya sejenak. Ia menawarkan beberapa kepiting bakau yang sudah dikemas di dalam plastik-plastik kecil.

"Ayo mas dibeli kepiting bakaunya kalau mau, sekilo cuma Rp 50.000,00", kata si ibu sambil mengeluarkan satu kepiting besar berwarna cokelat kehitaman. Kaki dan capit kepiting itu diikat dengan tali dari sayatan daun kelapa.

Kepiting bakau yang enaknya ndak ketulungan, apalagi yang
ada telurnya. Duh.

"Ini enak dimasak apa saja, mas. Direbus biasa saja sudah enak kok. Ada rasa manisnya.", tambahnya bersemangat.

Saya setuju dengan si ibu. Saya sudah pernah memakan kepiting yang hidup di area hutan bakau sebelumnya, dan rasanya memang enak sekali. Sayang, kepiting harus dimasak seketika. Saya tak bisa membayangkan nasib para kepiting itu bila saya bawa pulang, bisa-bisa mati di jalan semua. Saya pun terpaksa menolak tawaran si ibu penjual.

Saya melanjutkan perjalanan kembali menuju taman mangrove yang mulai terlihat di ujung depan jalan setapak. Berjalan di tengah-tengah area tambak membawa pengalaman yang berbeda. Apalagi kalau berjalan sendirian seperti saya.

Sesaat, tambak-tambak ini terlihat bagai sekumpulan kaca. Pantulan langit terlihat jelas disana. Sesekali, riak air muncul akibat gerakan ikan bandeng yang menghuni tambak. Beberapa ikan bandeng juga terlihat naik ke permukaan, sebelum lantas turun kembali ketika melihat bayangan saya yang terpantul di air.

Berjalan menyusuri tambak bandeng.

Rimbunnya hutan bakau mulai terasa ketika saya melewati pinggir kawasan taman mangrove. Beberapa ikan kecil dan ikan gelodok tampak berkeliaran di sekitar akar-akar bakau. Saya harus berjalan sebentar sebelum akhirnya sampai di pintu masuk Taman Mangrove Rembang.

Jembatan kayu berwarna merah yang begitu mencolok mata langsung menyapa. Jembatan kayu ini merupakan jalan setapak membelah hutan bakau yang telah disiapkan pengelola bagi para pengunjung.

Berjalan di bawah naungan daun-daun tanaman bakau sungguh terasa teduh, meski masuk ke dalam sana bagaikan menjadi mangsa empuk bagi puluhan nyamuk yang berkembang biak di air payau.

Jembatan merah.

Daun tanaman bakau

Do and don'ts selama berada di Taman Mangrove Pasar Banggi

Saya mengikuti seluruh cabang yang ditawarkan oleh jembatan merah ini. Beberapa cabang berhenti di tengah-tengah hutan bakau, sementara ada satu cabang yang mengarah langsung ke Laut Jawa. Sialnya, semua cabang yang mengarah ke tengah hutan telah dikuasai oleh pasangan muda-mudi. Jadilah siang itu saya menghindari liukan batang tanaman bakau dan jebakan orang pacaran. Hih.

Ini nih udah meliuk-liuk menghindari tanaman bakau,
eh ending-ending-nya ketemu orang pacaran di ujung.
Kan kampret. -_-


"Taman Mangrove Rembang diinisiasi oleh seseorang bernama Suyadi. Tujuan awal sebenarnya adalah untuk mencegah abrasi yang mulai mengikis daratan pantai di Kabupaten Rembang. Kini, hutan mangrove disini tercatat memiliki luas sebesar 22 hektar yang memanjang sejauh 2,9 kilometer."

Satu-satunya cabang yang aman dari mereka adalah cabang mengarah ke Laut Jawa. Tanpa menunggu lama, saya langsung berjalan menuju kesana. Cabang jembatan ini memang lebih panas karena tak terhalang oleh kerimbunan hutan bakau, tapi saya lebih suka berada disana.

Cabang menuju ke Laut Jawa. Ada gazebo-nya.

Saya bisa menikmati Laut Jawa yang terpampang luas di depan mata, dengan beberapa perahu terlihat hilir mudik di kejauhan. Pemandangan taman mangrove dari sisi belakang juga sungguh menyejukkan mata. Kalau generasi kekinian pasti berkata: it's so instagramable. Iya, secantik itu.

Laut Jawa di depan sana

Pemandangan belakang Taman Mangrove. 

Taman Mangrove, yang depan ini masih muda-muda bakaunya.

Saat kebingungan mencari lokasi untuk mengambil foto diri karena saya datang sendiri, eh kebetulan ada dua mas-mas yang berjalan menuju ke arah saya. Saya langsung todong saja salah satu dari mereka dan meminta tolong untuk memfotokan.

Gaya andalan saya kalau traveling sendirian.

Dua mas-mas ini belakangan memperkenalkan diri sebagai Mas Budi dan Mas Riski. Mereka seumuran dengan saya. Keduanya adalah teman sedari SMA dan meski telah memiliki kesibukan masing-masing, tapi tetap menyempatkan untuk plesiran bersama.

Kiri-Kanan: Mas Budi dan Mas Riski. Foto ini
saya ambil sebelum pamitan ke mereka berdua.
Semoga awet ya mas persahabatannya.

Katanya, kunjungan ke Taman Mangrove Rembang ini serba dadakan. Kebetulan memiliki jadwal libur yang sama, mereka langsung browsing destinasi, lantas nekat berangkat. Ah, how envious. Saya sampai mewanti-wanti mereka untuk saling menjaga, karena pada fase usia saya dan mereka sekarang - mencari sahabat semacam itu susahnya bukan main.

Kami bertiga akhirnya menghabiskan waktu bersama di taman mangrove itu. Kami saling bercerita dan bertanya tentang apa saja. Walau baru kenal, tapi saya merasa kalau kami adalah teman lama. Seru!

Sayangnya, waktu yang terbatas membuat saya harus berpamitan kepada mereka. Sebelum pulang, saya melakukan swafoto bersama sekaligus meminta mereka untuk foto berdua - sebagai pengingat akan indahnya persahabatan mereka dan perjumpaan kami kemarin.

NOTE:
Entrance fee: Rp 8.000,00 per mobil, Rp 2.000,00 per motor.


Terima kasih sudah berkunjung. Terima kasih Mas Budi,
Mas Riski. Semoga suatu saat nanti bisa berjumpa kembali.

Salam Kupu-Kupu dan mari menjadi pejalan yang bertanggungjawab. ^^d

2 comments:

  1. waaaaaaks rembang lagi??
    aku jg pengen ke Lasem blm kesampaian :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udaaah kamu mah ke Salatiga aja dulu, mas. :p
      Btw, masih banyak tempat wisata di Rembang yang belum aku datengi. Lasem aja masih banyak yg bisa dijelajahi. Semoga bisa kesana bareng ya mas nanti.

      Delete