Tuesday, May 10, 2016

Monjali: Sang Monumen Pengingat Pertempuran Di Yogyakarta



Boleh dikatakan, Yogyakarta adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki cerita sejarah nan panjang. Kota ini termasuk ke dalam titik pertempuran besar antara para pejuang kita melawan tentara kolonial. Puncak pertempuran terjadi pada 1 Maret 1949 dimana saat itu pengerahan pasukan besar-besaran dilakukan untuk merebut kembali Yogyakarta dari tangan musuh. Walau banyak memakan korban jiwa, pertempuran tersebut dimenangkan oleh Pasukan Indonesia. Kini, sebuah monumen dibangun dan didedikasikan untuk mengenang pertempuran dan jasa para pejuang. Monumen itu bernama Monumen Yogya Kembali atau sering disingkat dengan sebutan Monjali.

Siang itu, saya berkeliling Monjali berdua bersama adik, Wawa. Saya memang sudah meminta kepada kedua orang tua untuk menge-drop kami di Monjali, sementara mereka menghadiri pesta pernikahan anak teman kuliah mama dulu. Setidaknya, kami ada kesibukan dan tidak mati gaya selama menunggu.

Walaupun matahari bersinar terik, tapi langkah kami berdua tak surut untuk menjelajahi area monumen yang cukup luas tersebut. Kami berdua langsung disambut replika dari Pesawat Cureng - pesawat yang digunakan untuk menggempur Kota Salatiga dan Ambarawa - tepat setelah berjalan melewati loket tiket.

Replika Pesawat Cureng

Lokasi Monjali sendiri menjadi satu dengan tempat wisata Taman Pelangi: taman yang berhiaskan puluhan lampion. Lampion-lampion itu tampak menghiasi area sekeliling monumen dan baru akan menyala selepas Monjali tutup, atau sekitar jam 5 sore - 12 malam.

Saya dan Wawa sepakat untuk menengok Monumen Yogya Kembali terlebih dahulu sebelum berkeliling melihat lampion. Monumen itu terlihat mencolok sekali, berdiri gagah di tengah area dengan bentuk yang tak lazim: kerucut.

Menuju lantai dasar Monjali

Monumen yang dibangun pada 29 Juni 1985 ini bukanlah sekedar monumen biasa. Monumen itu terbagi menjadi tiga lantai. Lantai dasarnya digunakan sebagai museum, perpustakaan, tempat penjual souvenir, kantor dan aula. Lantai dasar inilah yang menjadi tujuan pertama kami.

Suasana ruangan dalam monumen yang rapi, bersih dan dingin.
Beberapa koleksi museum dipamerkan di lemari-lemari kaca,
sementara yang lain berada dalam ruangan-ruangan.

Angin dingin dari Air Conditioner yang menyala langsung menerpa tubuh kami begitu memasuki lantai dasar monumen. Ah, serasa di surga. Ruangan dalam monumen ini begitu dingin, berbeda sekali dengan kondisi luar yang panasnya bukan main.

Setidaknya, ada empat ruangan museum yang bisa kami temukan di lantai dasar itu. Masing-masing ruangan memiliki tema koleksi yang berbeda, meski kalau ditarik benang merah semuanya berkaitan dengan sejarah pergolakan di Yogyakarta, terutama Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sedikit kilas balik tentang pertempuran di Yogyakarta, pada 4 Januari 1946 Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai oleh Belanda. Sayangnya, kondisi ini tak berlangsung lama. Dua tahun kemudian, giliran Yogyakarta yang berhasil diduduki oleh musuh.

Hingga meletuslah pertempuran besar-besaran untuk merebut kembali Yogyakarta pada 1 Maret 1949. Pertempuran yang berlangsung dalam waktu 6 jam ini setidaknya telah menewaskan 300 tentara dan 53 polisi dari Indonesia, dan tiga tentara dan tiga polisi dari pihak Belanda. Meski tidak langsung menang, namun pada 29 Juni 1949 seluruh pasukan Belanda akhirnya memutuskan mundur dari Yogyakarta. Iya, Yogyakarta telah kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbagai koleksi yang dipamerkan di seluruh ruangan museum tertata dengan begitu rapi dan apik. Saya dan adik jadi tahu siapa saja yang terlibat dalam upaya membebaskan Yogyakarta dari tangan Belanda. Beberapa peralatan baik senjata, transportasi maupun sarana komunikasi yang digunakan pada waktu jaman pendudukan juga dipamerkan disana.

Patung para pejuang kita dahulu dari jaman ke jaman

Koleksi senjata yang dipakai saat perang

Beberapa koleksi sukses membuat saya bergidik ngeri: ada helm pelindung milik salah satu pejuang yang tewas dalam perang dimana sebuah lubang bekas peluru terlihat disana, ada pula semacam tempayan yang berfungsi bagai bom berisikan puluhan serangga berwarna hitam bersayap. Hiiy!


Itu yang atas sendiri adalah topi baja tertembus peluru.
Ngilu ngebayanginnya.

Nah, lukisan yang di dalam kotak menggambarkan bagaimana
bom berisi serangga dipakai. Saya langsung kepikiran
si Aburame Shino di serial Naruto.  -_-


Dari museum, kami berjalan keluar untuk menuju ke lantai kedua sekaligus ketiga monumen. Sebelum kesana, kami terlebih dahulu berhenti di dinding yang bertuliskan nama-nama para pejuang yang meninggal dunia dalam upaya membebaskan Yogyakarta. Sepenggal potongan puisi Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar tampak menemani disana.


Fasilitas rekreasi di Monjali cukup lengkap, ada becak air
juga loh.

Daftar nama-nama para pejuang yang gugur dalam pertempuran.

Ini beneran cuma sepenggal kan? Seingat saya,
puisinya panjang deh ketika harus mempelajari
manakala pelajaran Bahasa Indonesia di SMA
dulu.


Lantai kedua dari Monumen Yogya Kembali berisikan tentang diorama dan relief perjuangan terkait Serangan Umum 1 Maret 1949. Dioramanya berada di dalam ruangan dengan informasi via loudspeaker menguar pada tiap adegan. Sementara, relief perjuangan berada di luar ruangan dan tertempel pada dinding yang mengelilingi monumen.

Diorama Perundingan Roem - Roijen di Hotel Des Indes, Jakarta.
Pada perundingan ini, Sri Sultan Hamengkubuwono IX berkata
"Jogjakarta is de Republiek Indonesie".

Salah satu relief perjuangan yang menggambarkan suasana
awal pemindahan Ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta.

Garbha Graha adalah ruangan yang menanti kami di lantai ketiga. Sejatinya, ini merupakkan ruang hening yang diperuntukkan untuk mengenang jasa pahlawan dan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Ruangan itu benar-benar hening, langkah kaki kami saja sampai terdengar dan terpantul di dinding-dindingnya.

Anak tangga menuju Garbha Graha.

Sebuah bendera merah putih yang warnanya mulai pudar terlihat berdiri di tengah ruangan. Konon, titik berdiri sang bendera adalah titik imajiner dari poros makrokosmos - sebuah garis lurus yang membentang antara Gunung Merapi, Tugu, Keraton hingga Pantai Parangtritis.

Sang saka merah putih. Ruangan ini adalah ruangan favorit
saya seantero Monjali. Entah kenapa, saya merinding banget
di Garbha Graha - merinding dalam arti baik.


Kami sempat merapalkan sejumput doa sebagai bentuk terima kasih kepada para pejuang yang telah mengerahkan kekuatan mereka untuk negara ini. Semoga mereka bisa beristirahat dengan damai di alam sana.

Sehabis mendapatkan banyak pelajaran sejarah, saatnya kami berkeliling di area Taman Pelangi. Pssst, enaknya datang saat siang seperti ini adalah kami bisa menikmati lampion-lampion itu tanpa membayar sepeser pun. Siapa bilang deretan lampion itu hanya menarik di kala malam menjelang?

Wawa dan lampion berbentuk Menara Eiffel.

Kalau ini saya juga kurang paham. Mungkinkah mereka lampion
hyung-hyung kpop idol?

Lampion bertema Korea Wonderland.

Ada pula Puri Hantu yang menempati bagian lain dari Monjali. Puri Hantu ini semacam wahana uji nyali dimana pengunjung yang masuk akan ditakuti oleh para pekerjanya yang memakai kostum hantu. Sayangnya, tempat itu juga hanya buka di malam hari. Duh, saya mah ogah.

Anyone?

Telepon dari mama yang mengabarkan ia telah menanti di area parkir membuat petualangan kami berakhir. Ah, selalu terasa menyenangkan bagi saya ketika berkunjung ke tempat penuh sejarah seperti ini. It was an enriching experience.


NOTE:
Entrance fee: Rp 10.000,00 per person.



Salam dari adik kakak yang kebetulan lagi akur. Terima kasih
sudah berkunjung. :D


Salam Kupu-Kupu dan mari menjadi pejalan yang bertanggungjawab. ^^d

8 comments:

  1. udah gak gundul lagi mas rambutnya hihihi :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. udah ndak, mas. udah aku pakein wak doy*k. :p
      eh mas, ayok jalan-jalan bareng kemana gitu. belum pernah kan kita?

      Delete
  2. Hehehe iya blm pernah..
    Tp aku skr cm weekend tok mas waktune :|
    Sampean kalo weekend jg ndak isa

    ReplyDelete
    Replies
    1. hiahahahah. tapi ini aku weekend udah ndak saklek-saklek, banget kok mas. kalau ada rencana mau kemana gitu, kabarin dong mas. siapa tahu bisa ikut. :3

      Delete
    2. Ke salatiga wae belum kesampaian mas :/
      Ndak ada rencana kmn2 sih dlm waktu dkt, pgen ke Lasem sampean jg udh

      Delete
    3. Oh iyaa, yowis mas kamu ke Salatiga aja.:p
      Aku pengen ke Trowulan, eh kamune sing udah, mas. -_-

      Delete
    4. Trowulan harus nunggu libur panjang sek aku mas -_-
      Awal bulan depan deh tak cus salatiga

      Delete
    5. Yaah, nek liburan panjang mesti ramene. Aku skrg menghindari liburan di musim liburan panjang. Kapok. :D
      Sip sip, mas. Ntar kabari aja via bbm. Aku siap memandu berkeliling wes. :3

      Delete