Saturday, December 11, 2010
Hidup Prihatin di Dunia
Jika anda berasal dari suku Jawa pernah tidak anda mendapat petuah atau wejangan dari orang tua kita, para sesepuh, juga orang-orang yang sudah mengenal banyak asam garam kehidupan ini tentang urip ning donya ki kudu prihatin nang, nduk?
Pernah tidak?
Yang kalau diartikan ke dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah "hidup di dunia itu harus prihatin". Hohoh.
Honestly, saya sering banget mendengar wejangan ini mulai dari wali kelas saya SMA, tetangga saya yang sudah berumur 70++, dan tentunya oleh kedua orang tua saya.
Dan hal inilah yang berusaha untuk saya praktekkan di dalam kehidupan saya. Serius, walaupun apapun yang akan terjadi kelak.
Terkadang saya miris sendiri, melihat banyak teman saya yang keterlaluan manjanya sama orang tua mereka. Butuh beli sesuatu langsung nodong, mau gaya sedikit langsung nodong, kepingin ini itu langsung nodong minta uang ke orang tua. Hello guys?? Kalian pikir orang tua kalian itu mesin ATM berjalan apa??
Memang sih kewajiban orang tua untuk menafkahi anak-anaknya tapi mbok ya sebagai anak itu jangan terlalu kelewatan sama orang tua.
Saya akui dulu saya juga begitu. Suka nodong, kalau tidak dipenuhi langsung ngambek, mengunci diri di kamar, bahkan mogok bicara dan mogok makan sampai keinginan saya dikabulkan orang tua. Tapi stufliers, kemudian saya sadar yang saya lakukan itu salah. Apa yang saya lakukan justru merugikan diri saya, orang tua juga malah ikutan ngambek, perut lapar, diasingkan di rumah, bahkan pernah sampai membuat mama saya menangis. Huhuh mama gomenasai. T.T
As long as time goes by, timbul kesadaran dari saya. Kesadaran pribadi. Benar-benar timbul dari pikiran dan hati saya. Hidup itu memang harus prihatin. Kalau tidak salah ingat, saya memulai ini sejak SMA kelas 1.
Dear stufliers, jika orang tua kalian pernah berkata, mencari uang itu susah, bahkan hingga basah tubuh kami karena peluh. Percaya sama saya, itu benar adanya. Walaupun saya hanya bekerja tiap ada panggilan datang, paling tidak saya sudah pernah merasakan susahnya mencari uang. Harus berangkat pagi-pagi buta, pulang sore hari, sampai rumah capeknya minta ampun. Dan lihatlah betapa menyedihkannya saya yang sudah mengeluh walau cuma kerja dalam suatu periode waktu tertentu. Bandingkan dengan para orang tua kita, kerja seperti itu setiap hari, namun mereka selalu sabar dan tabah. Karena apa? Karena kita para anak-anaknya! Tanya kepada hati kalian, melihat hal seperti itu apa hati kalian masih tega untuk selalu menodong?
Jika iya, selamat saya rasa hati anda terbuat dari batu. No offense ya.
Pikirkan lagi, apa iya orang tua kalian hanya memikirkan dan menghidupi kalian?
Kedua orang tua saya tidak hanya mengeluarkan uang untuk saya. Saya punya kakak, adik, juga saudara-saudara dari kedua orang tua saya yang terkadang membutuhkan pertolongan. Dengan kata lain, orang tua kita ibarat pohon yang pikiran, tenaga dan konsentrasinya bercabang kemana-mana. Bukan hanya pada satu cabang saja.
Kalau ada yang bertanya, apa iya hidup prihatin itu harus dengan bekerja di usia sedini mungkin? Bagaimana dong kalau orang tua saya menentang? Soalnya pasti mereka lebih mementingkan pendidikan saya daripada bekerja.
No, hidup prihatin tidak harus dengan kalian mencari kerja sambilan di sela-sela masa studi anda. Meskipun demikian saya acungkan kedua jempol saya kepada anak-anak yang berusaha untuk tidak terlalu menyusahkan orang tua dengan mencari kerja sambilan. Tapi bukan itu point utamanya.
Dengarkan saya, menurut pendapat saya hidup prihatin itu bisa dimulai dengan menabung.
Apa menabung? Tidak salah? Tidak anda tidak salah membaca.
Sejak kecil, sebenarnya kedua orang tua saya telah mengajarkan saya tentang ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan sesuatu. Nah, ajaran itu bisa diterapkan loh di dalam menabung untuk membeli/mendapatkan sesuatu yang saya inginkan.
Dan itu saya terapkan sampai sekarang. Bukan bermaksud pamer, saya jalan-jalan, backpacking, uangnya pun dari hasil saya menyisihkan uang saku pemberian kedua orang tua saya. Pun demikian dengan gadget-gadget yang saya miliki, hape, modem, mp4, hampir semuanya saya beli dengan menyisihkan uang saku dan tentu juga dari gaji saya bekerja sambilan. Kalau tidak cukup, coba cara saya, bicara terus teranglah kepada orang tua anda. Pasti orang tua anda akan membantu melengkapi kekurangan dana itu. Yang penting anda sudah berusaha kan?
Wah, kalau kita menyisihkan uang dari uang pemberian orang tua kita sama saja kita masih nodong dong? Memang, tapi coba dipikirkan kembali, kalau perlu pakai kalkulus dan akuntansi. Lebih memberatkan mana antara menyisihkan uang saku dari pemberian orang tua atau langsung menodong sejumlah uang pada saat kita menginginkan sesuatu?
Lebih ringan menyisihkan uang saku kan? Paling tidak kita bisa memberi sedikit nafas kepada kedua orang tua kita to? Duh, masa tidak ada rasa kebanggaan dalam diri kita karena berhasil mendapatkan sesuatu dengan usaha kita sendiri? Hayoo.
Satu hal yang perlu dicatat dan diingat adalah hidup prihatin bukan berarti menghilangkan segala kesenangan kita. Kita masih boleh bersenang-senang namun dengan sederhana dan terkontrol. ^^
"Urip ning donya memang kudu prihatin". Suatu petuah sederhana tapi dampaknya luar biasa. Banyak pelajaran yang bisa kita petik. Bisa menjadikan kita pribadi yang mandiri, tangguh, sabar, dan menumbuhkan semangat berjuang yang tinggi. Saya juga yakin jika semua orang di Indonesia menerapkan hidup prihatin di dalam kehidupan mereka pasti korupsi akan berkurang, dan negara ini akan menjadi negara yang tangguh.
Oh ya FYI, banyak orang berhasil dan sukses karena memegang teguh petuah ini di dalam kehidupannya loh.
Jadi bagaimana, mau hidup prihatin atau tidak??
Salam Kupu-Kupu dan Mari Hidup Prihatin. ^^
Sumber gambar: http://www.google.co.id/imglanding?q=menabung&um=1&hl=id&biw=1503&bih=580&tbs=isch:1&tbnid=T2gqH0xmid-hzM:&imgrefurl=http://marikemari.com/10-top-tips-cara-menabung-dengan-mudah/&imgurl=http://marikemari.com/wp-content/uploads/2009/12/cara-menabung-mudah.jpg&zoom=1&w=640&h=426&iact=hc&ei=f4sDTZD4KtC9cZycrc0E&oei=NIsDTfnGO8bIrQeYo_yTDw&esq=14&page=1&tbnh=148&tbnw=197&start=0&ndsp=24&ved=1t:429,r:3,s:0
Labels:
My Freedom
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Yupaaaaa. . . okeh ngga. . . menungso urip emang kudu prihatin. . . jadi, sebagai anak kost kita harus memegang prinsip itu. kalau pengen apa2 jadi bisa beli sendiri. . . kwokwokwo =D
ReplyDeletehe'eh.. se7 ma dany.. sekarang tiap minta beli sesuatu mikir2 dulu.. untung2 kalo bisa nabung trus beli sendiri.
ReplyDeleteoia, angga n dany.. follow me dong..
sayektiasih.blogspot.com
tulisanmu bagus..sederhana tapi penuh pesan moral
ReplyDeletesaya jadi teringat ketika masa SMA dulu.itu sebuah masa dimana saya harus hidup prihatin ...
bahkan saya kehilangan masa2 remaja seperti yang lainnya. namun itu semua berubah tatkala memasuki bangku kuliah,,,saya jadi agak sedikit berubah karena pengaruh materi, kurangnya pengawasan dari orang tua...saya merasa dri saya saat ini bukan cerminan diri saya yang dulu. sudah tak ada lagi kesederhanaan yang dulu begitu saya puja sebagai pedoman hidup saya. tulisanmu ini semakin menggugah saya untuk menemukan kembali diri saya yang dulu.
makasih satya....ini menjadi inspirasi buat saya...wslm
@dany: yohaaaa. saya setuju. kos memberikan kita untuk belajar hidup prihatin. lebih bangga beli pake duit sendiri. :D
ReplyDelete@meme: iya me. bener, mikir2 prioritas segala nih kita. mana yang lebih penting itulah yang pertama kita beli. sudah tak follow me. semangat blogging yak. sering2 mampir. ^^
@bang sam: segera temukan kembali kepribadian anda yang dulu bang. kepribadaian yang saya rasa jauh lebih baik dari kepribadian yang sekarang. Makasih ya bang. :) sering2 mampir.
keep fighting:)
ReplyDelete