Sebagai seorang yang lahir dan besar di Salatiga, tentunya mata saya sudah tidak asing menatap jajaran gunung-gunung setiap harinya. Yap, Kota Salatiga adalah salah satu kota di Jawa Tengah yang berada dalam perlindungan berbagai gunung yang mengelilingi. Gunung Merbabu adalah gunung yang paling besar sekaligus mencolok mata karena dari seluruh sudut kota kecil ini, gunung itulah yang paling bisa terlihat dan dilihat dengan jelas. Sayangnya, meski sudah sedewasa ini (mau 22 tahun cuuy!) niat saya untuk mendaki Gunung Merbabu belum kesampaian-kesampaian. Duh, rasanya buat saya pribadi sih malu luar biasa. Seolah-olah Kartu Tanda Penduduk (KTP) saya dipertanyakan keasliannya. Tsaaah! Semenjak saya sudah dinyatakan lulus dari kampus, entah kenapa hasrat untuk mendaki Gunung Merbabu kembali menggebu-gebu. Seumpama putri tidur, hasrat saya ini terbangun setelah dicium mesra oleh sang pangeran (apa sih? *abaikan*). Tapi bagi saya Gunung Merbabu sepertinya tidak mudah untuk didaki, perlu persiapan nan matang jauh-jauh hari sebelum mendakinya. Berbekal hasrat menggebu itulah, akhirnya saya rela melakukan persiapan yang agak gila. Persiapan itu adalah mendaki gunung lain yang memiliki
track dan tantangan yang nyaris serupa dengan Gunung Merbabu. Yah, hitung-hitung latihan. Dan setelah menimbang, mengingat dan memutuskan, maka terpilihlah Gunung Andong sebagai sarana latihan saya.
Sebenarnya, saya sudah pernah mendaki gunung beberapa kali. Oke, abaikan pendakian saya ke Puncak Telomoyo yang menggunakan motor. Gunung Kelud sudah pernah sampai ke salah satu puncaknya, tapi itu kan tinggal menapaki ratusan anak tangga. Sikunir? Ah, itu cuma perlu trekking menanjak sekitar 800-an meter dari parkiran motor di Telaga Cebong. Saya kepingin pengalaman yang benar-benar real dan menantang. Gunung Andong nampaknya memang cocok untuk memberikan saya pengalaman tersebut. Baiklah, tinggi gunung ini memang tidak kolosal-kolosal amat. Kalau menurut info dari Wikipedia sih, tingginya (hanya) 1.463 meter sedangkan banyak pendaki menyebutnya memiliki tinggi sekitar 1.700-an meter. Entah mana yang benar. Saya semakin tergiur untuk mendaki Gunung Andong, setelah salah seorang teman jalan-jalan saya, si
Yanta, pernah sukses mendaki gunung ini seorang diri. Catat: SEORANG DIRI! Ampun Jenderal! Saya pun mengutarakan niat saya kepada si Yanta, tentang Gunung Merbabu dan juga tentang Gunung Andong. Dengan baiknya, Yanta kemudian berkenan menemani untuk mendaki Gunung Andong. Katanya, silahkan tentukan dan kabari waktunya saja. Asyik! Kabar bagusnya lagi, dua teman saya yang lain yakni
Meykke dan Agam tertarik untuk ikut serta mendaki Gunung Andong bersama kami. Hore! Alhamdulillah, makin rame-makin serrrruuuuuuuuuuu. *dengan logat ala Anggun C. Sasmi*
|
Inilah kami (searah jarum jam): Agam, Meykke, Me, and Yanta |
Meski sempat melenceng dari rencana awal (niatnya sih kami ingin mendaki selama dua hari satu malam dengan camping disana) toh akhirnya kami berempat tetap berangkat mendaki Gunung Andong pada 18 April 2013 yang lalu. Pendakian pun berubah rencana menjadi
one day climb, berangkat pagi, nanjak, istirahat di puncak beberapa saat, langsung turun lagi. Sabtu pagi, sekitar jam 6 lewat 15 menit saya sudah stand by di tempat pertemuan dengan Meykke dan Agam. Setelah menunggu beberapa saat, Meykke muncul dengan berjalan kaki dari kos temannya kemudian disusul oleh Agam yang menaiki motor dari rumahnya. Baiklah, tiga personel lengkap. Kami bertiga lalu memacu motor menuju ke Getasan, daerah asal dan kekuasaan si Yanta-yang harus dilewati bilamana kita hendak menuju titik awal pendakian Gunung Andong dari arah Kota Salatiga. Setibanya di Getasan, kami bertiga menunggu Yanta di Indo*maret (gak niat nyensor? emberr). Katanya sih, Yanta akan segera menyusul dan menemui kami di tempat itu. Katanya sih, tidak lama. 5 menit menunggu, 10 menit menunggu, 15 menit menunggu. Tik tok tik tok. Kok saya berasa deja-vu ya? Entah kenapa, jadi merasa saya pernah mengalami hal ini sebelumnya. Oh! Itu loh, saat saya pertama kali pergi bareng dengan Yanta beberapa tahun yang lalu dan dia terlambat datang satu jam kemudian dengan alasan menyapu rumah terlebih dahulu. *kemudian hening* Yantaaaaaa,
whereeee areeeee youuu? Mana sms dan whatsapp tak berbalas. Duh, jangan bilang dia gak bisa ikut secara mendadak. Apa jadinya kami tanpa dia? Anak ayam kehilangan induk? Katakan! Sekarang katakan! Tetap berpikir positif, kami bertiga akhirnya mengisi masa penantian dengan mengobrol ngalor ngidul, sembari kebingungan karena setiap orang yang lewat di depan Indomaret itu nampak memperhatikan kami. Serius. Apa yang salah dengan kami?
Please, jangan bilang mereka menganggap kami bertiga segerombolan karyawan Indomaret yang datang kepagian. Nooo. Kami karyawan Alfamart kaliiii. *eh, kenapa postingan ini jadi penuh iklan?*
Sekitar 30 menitan lebih, akhirnya
leader pendakian kami nongol dengan tampang datar tak berdosa. Mana setelah menyalami kami, Yanta semacam mengabarkan berita buruk lagi (tetap dengan eksrepsi datar). Puncak Gunung Andong terlihat digelayuti kabut hari ini, tukasnya. Saya cuma mlongo. Bukan, Yanta bukan seorang cenayang yang bisa meramal cuaca ataupun mengirim santet dari jauh kok. Dia hanyalah seorang manusia biasa dengan ekspresi datar tak terkira yang kebetulan dari halaman rumahnya bisa melihat Gunung Andong nun jauh disana. Oleh karena itulah, dia bisa tahu bagaimana kondisi Gunung Andong. Ah, tetap jalan Yanta! Kami tetap bertekad baja untuk mendaki Gunung Andong, si gunung bertipe perisai yang terletak di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang ini. Jalanan pegunungan yang berkelok-kelok dengan sesekali tanjakan dan turunan pun kami lewati. Saya memboncengkan Meykke, sedangkan Yanta dan Agam memakai motor sendiri-sendiri. Setelah melewati Pasar Ngablak, kami lalu berbelok ke arah kanan dan memasuki area pedesaan. Jalan terusssss hingga kemudian sampailah kami semua di Desa Srigading. Desa yang menjadi titik awal pendakian. Yanta mengarahkan kami menuju suatu lapangan kecil terbuka yang menjadi tempat penitipan motor sebelum kami berganti menggunakan kaki untuk memulai pendakian. Blah, belum sampai lapangan itu, kami sudah ditantang untuk melewati jalanan berlumpur pekat tepat di depan rute masuk lapangan. Saya terpaksa turun dan merelakan sandal gunung yang saya kenakan berlepotan lumpur agar motor saya bisa lewat dengan sempurna. Dih, mana aroma tanah lumpur ini bercampur dengan aroma pupuk kandang pula. Yikes!
|
Gunung Merbabu bersanding dengan Merapi |
Setelah sukses melewati jalanan berlumpur dan sampai di lapangan kecil tersebut, kami bercakap-cakap sejenak sembari bersiap-siap. Eh, dari lapangan itu terlihat Gunung Merbabu dan Gunung Merapi nampak berdampingan dengan sangat mesra. Tak lupa sebelum pendakian, kami semua berdoa bersama agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari Allah SWT serta memohon agar cuaca cerah selalu bersama dengan kami selama pendakian berlangsung. Doa bersama ini dipimpin oleh Yanta sebagai sang leader sekaligus fotografer utama nan bersahaja. Amin! Selesai berdoa, kami pun memulai pendakian Gunung Andong dengan melewati rute awal yang bersebelahan dengan ladang-ladang penduduk di sepanjang rute.
Oh, i'm feeling great! Jalan berubah menjadi sedikit menanjak dan mulai memasuki area hutan pinus yang sungguh lebat. Beberapa kali kami berpapasan dengan penduduk sekitar yang mencari rumput di area Gunung Andong. Kami saling menyapa dan bertukar senyum. Yanta terus menuntun kami memasuki jauh ke dalam area hutan dan melewati semacam sungai kecil sebelum memasuki area hutan pinus dengan dihiasi rumput hijau sepanjang mata memandang. Tiba-tiba langkah Yanta terhenti. Dia nampak melihat berkeliling seolah-olah mencari sesuatu yang seharusnya terlihat namun kali itu tak terlihat (maksud loh?). Dia lalu menghampiri kami bertiga kemudian berkata pelan, "sepertinya kita salah jalan". Heh? Saya, Meykke dan Agam cuma bisa saling lirik-lirikan. Lirikan penuh makna yang sepertinya hanya bisa dipahami makhluk-makhluk
alay ajaib seperti kami. Oke, jangan panik! jangan! Kami harus tenang. Sesungguhnya hanya ketenangan-lah yang akan membantu kita menghadapi segala permasalahan, termasuk salah jalan kali ini. Cara kami untuk menciptakan ketenangan itu adalah dengaaaan.....foto bersama! Hore! Ajaib, foto-foto beneran bisa membawa ketenangan hati. Err, atau memang kami semua yang bakat narsis yak?
|
Para wanita tangguh pencari rumput |
|
Walau tersesat tetep narsis |
Kami lalu memutar balik dan menyusuri jalanan yang telah dilewati sebelumnya dengan perlahan-lahan. Si Yanta nampak memerhatikan sekeliling dengan serius. Tak lama, dia menyuruh kami bertiga berhenti sedangkan dirinya mengecek melalui rute yang tertutup semak belukar terlebih dahulu. Setelah dirasa yakin, Yanta kemudian memanggil kami dan menyuruh untuk menyusulnya menanjak membelah semak belukar yang ternyata berduri tajam. Groah, meski saya sudah pakai pakaian tertutup plus sarung tangan tapi kaki saya hanya dihiasi sandal gunung semata. Rasa perih campur gatal terasa setiap kaki saya bergerak maju. Selain semak belukar berduri, jalan yang dihiasi bebatuan besar licin menuntut kewaspadaan yang super tinggi dari kami. Seusai terbebas dari rute semak berduri, kami terus bergerak naik menembus hutan pinus di kanan-kiri jalan. Sesekali, kami berhenti untuk mengabadikan pemandangan dan mengabadikan momen pendakian ini. Jalan menanjak lagi, hingga jalan naik pun berubah menjadi jalan naik dengan anak tangga kecil-kecil. Anak tangga-anak tangga inilah yang harus kami ikuti agar bisa menggapai puncak yang masih jauh di depan sana. Huah, sejujurnya saya paling benci dengan anak tangga. Rasanya bikin lebih capek dan bikin kaki semakin berat untuk melangkah. Berkali-kali saya meminta berhenti untuk istirahat gara-gara kecapaian berat. Istirahat ini kami pakai untuk duduk-duduk manis, minum air, dan tentu saja foto-foto. Saat beristirahat di rute anak tangga ini kami bertemu dengan sekelompok pendaki yang di antaranya terdiri dari dua turis asing asal Brazil (yang lancar berbahasa Indonesia). Mereka juga nampak kelelahan. Tiba-tiba salah seorang turis asing tersebut berteriak, memanggil rekan-rekannya yang masih tertinggal jauh di belakang. Semuaaaa baiikkkk? Samar-samar terdengar jawaban dari rekan-rekannya yang mengabarkan mereka baik-baik saja meski pasti nafas juga kembang kempis. Heheh. Oh, di tempat ini sudah tidak ada pohon pinus besar di sekeliling kami. Berganti dengan rumput-rumputan, semak-semak dan bunga-bunga liar yang menandakan kami berada di batas vegetasi. Yap, kami mendekati puncak. Kabut lumayan tebal tetap santai menemani kami semua di rute itu. Pemandangan desa dan hutan di bawah kami jadi tak bisa terlihat secara sempurna. Hiks.
|
Rute yang kami lewati |
|
Meski jalan nanjak, narsis tetep perlu |
|
Lalala yeyeye |
|
Track anak tangga |
|
Meykke dan Agam menapaki anak tangga |
|
Salah satu tanaman yang kami temui di track anak tangga |
|
Lihatkah ada desa di bawah sana? |
|
U-yeah! |
Istirahat selesai, kami pun bersiap untuk menanjak menuju puncak. Terlebih dahulu, kami mengucapkan salam perpisahan kepada dua turis asing dan kelompoknya. Kami berangkat duluan ya kakak. Iya kakaaaaaaak. Cumungud Eaaaa (*plak*). Satu persatu anak tangga kami lewati. Musik dari smartphone si Agam menemani perjalanan kami, sekedar memecah keheningan dan (niatnya) membangkitkan semangat. Lah, kalau lagu yang diputar Agam mendadak berubah menjadi lagu galau apa gak bikin tambah depresi coba? Hohoh. Gara-gara kabut, saya jadi tidak bisa melihat puncak dari gunung yang tengah kami daki. Iseng-iseng, saya lalu tanya kepada Yanta. Yanta, puncaknya masih jauh? Masih...masih lumayan jauh. Sembari mengelap keringat yang mulai bercucuran, saya hanya bisa menghela nafas ketika mendengar jawaban dari Yanta. Fyuhhhhhhh, bisya bisya! Kami terus melangkah. Menembus kabut dengan tujuan puncak yang entah dimana.
*bersambung*
ijin share ya mas. saya Admin Taruna Jayagiri yang ada di Basecamp Gunung Andong. menarik baca tulisan mas di atas.
ReplyDeleteWeee, mangga lho mas. tapi tulisan ini dibuat waktu saya masih jaman alay.
Deletesekarang sih, tetep. heheheh.
Anyway, tetap semangat ya mas dengan karang tarunanya. Tetap semangat menjaga dan mengawasi Gunung Andong juga. :)
gendut ayo kalo mau naik merbabu tak kancani.bendot
ReplyDeleteAku udah ke Merbabu kok ndot, walau ndak tuntas.
DeleteKe Lawu aja yuk ndot. :3
hallo mas,saya mau naik ke gn andong,saya mau tanya tanya sedikit. boleh minta cp gak mas? hehehe makasi ya mas
ReplyDeleteHai Mbak Cindy.
DeleteBoleh mbak, silahkan menghubungi 085640575758 atau email satyapragolapati@gmail.com