Friday, May 10, 2013

Pssst, Ada Air Terjun Dan Candi Tersembunyi Di Banyubiru!



Banyubiru adalah nama salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang. Letaknya tak jauh dari Salatiga, tak jauh pula dari Ambarawa. Mungkin sama-sama butuh waktu 45 menitan untuk menuju kecamatan ini baik dari Salatiga maupun Ambarawa. Awalnya, tak banyak hal menarik yang saya tahu dari wilayah ini. Hingga kemudian perjalanan saya bersama Yanta dan Meykke pada 30 April 2013 yang lalu telah sukses membuka kedua mata ini kalau di Banyubiru ada hal yang pantas untuk dikunjungi. Tidak hanya ada satu, tapi dua obyek wisata tersembunyi di wilayah Banyubiru. Siapa sangka ada candi di Banyubiru? Siapa sangka pula ada air terjun kembar yang dimiliki Banyubiru? Tak percaya? Baiklah, fasten your seatbelt. Mari ikut menjelajahi bersama saya melalui postingan ini. Siap? *kencengin tali sepatu*

Jadi, setelah puas menyusuri Port Willem I sebagaimana yang sudah tertulis dalam postingan sebelumnya. Kami bertiga pun melanjutkan petualangan kami hari itu. Awalnya tujuan kami adalah ke Candi Dukuh. Itu adalah nama candi tersembunyi yang saya maksud. Namun setengah jalan menuju ke candi, kami berbalik arah karena ada obyek lain yang hendak kami kunjungi terlebih dahulu. Yup, benar! Kami penasaran dengan Air Terjun (Curug-dalam Bahasa Jawa) Kembar Baladewa. Plang penunjuk arah ini ditemukan berkat kejelian Yanta dalam mengamati jalan. Plang ini terlihat di pertigaan jauh selepas dari perempatan jalan lingkar Ambarawa, maju terus ke arah Banyubiru. Yanta yang melihat plang air terjun tersebut langsung memacu ngebut motornya untuk menyusul saya dan Meykke yang sudah jauh di depan. Setelah rembugan sebentar, kami bertiga sepakat untuk kesana. Apalagi Si Meykke memang begitu mengidam-idamkan bisa mengunjungi air terjun di tahun ini sebagai salah satu resolusinya.

Awalnya, saya kira letak air terjun ini tidak jauh-jauh amat dari plang penunjuk arah di pertigaan tersebut. Yah, paling-paling tidak ada 500 meteranlah. Sayangnya, saya salah total. Setelah melewati semacam pasar kecil, kami pun terus maju mengikuti jalan. Loh? Tapi kok tidak ada penunjuk arah lagi ya? Kami pun berhenti sebentar dan memutuskan bertanya dengan salah seorang wanita tua pemecah batu yang kami temui di jalan. Meykke yang bertugas bertanya. Eh, sehabis ditanya Ibu ini malah memberikan jawaban yang membingungkan. Katanya kami salah desa lah, tidak ada air terjun di daerah sini lah, dan sebagainya. Hmm, setelah mengucapkan terima kasih, saya mengajak Yanta untuk maju terus aja dahulu. Nanti kalau ada orang lain, kita tanya kembali. Tak berapa lama kami kembali bertemu dengan Ibu-Ibu yang hendak masuk ke rumahnya. Yanta langsung menghampiri dan menanyakan letak air terjun yang dimaksud. Oh, akhirnya saya paham. Kami memang salah jalan. Kata si Ibu, kalau mau ke Air Terjun Baladewa kami harus berbelok memasuki gapura di kanan jalan tadi. Bukan, lurus terus seperti sekarang. Si Ibu juga menambahkan kalau letak air terjun ini masih lumayan jauh dari gapura tersebut. Ada sekitar 5-6 kilonan lah. Saya sedikit shock.

Tapi ya sudahlah, kepalang tanggung. Kami kemudian berbalik arah kembali dan berjalan sesuai petunjuk yang disebutkan ibu tadi. Jalan yang kami lalui mulanya adalah jalan desa dengan rumah-rumah penduduk menemani di kanan kiri kami. Setelah itu, kami memasuki kawasan serupa hutan dengan berbagai macam pepohonan berdiri di pinggir jalan. Jalan pun berubah menjadi menanjak dan menurun dengan indahnya. Ada berbagai macam percabangan jalan yang kadang membuat kami bingung. Kami kemudian bertanya lagi kepada seorang wanita yang hendak menuju ke hutan demi mencari rumput. Syukurlah, kami berada di jalan yang benar. Dari wanita itu, kami bisa tahu kalau mau ke air terjun tersebut masih harus menempuh sekitar 2 kilometeran lagi dan kita hanya perlu berjalan lurus tanpa menggagas persimpangan jalan dan sebagainya. Lurus kemawon ngantos nutug mas. Jalanan yang semula beraspal halus mendadak berubah menjadi rusak parah. Aspalnya telah mengelupas entah kemana berganti dengan batu-batuan yang sungguh bikin tangan bisa keder waktu memegang stang motor. Di jalanan ini, Meykke memutuskan untuk berganti membonceng si Yanta. Mungkin dia melihat saya agak kesusahan selama melewati rute ini kali ya. Oh, dari jalanan ini kami bisa melihat Rawa Pening di kejauhan. Cantik banget!

Ini waktu jalan yang mulus kaya paha ceribel

Untungnya, jalan yang rusak parah ini tidak dijumpai sampai perjalanan menuju air terjun. Jalan berganti kembali menjadi jalan desa dengan aspal halus. Akhirnya, kami bertiga sampai juga di Desa Wirogomo. Desa yang menjadi rumah bagi air terjun kembar itu. Jalanan desa ini menuntun kami sampai ke gerbang masuk Air Terjun Kembar Baladewa. Sebelum memasuki gerbang, terlebih dahulu kami melewati pos tiket. Beruntunglah kami, tak nampak seorang petugas pun yang berjaga pagi itu. Artinya? Gratissss lagi braaayyy! Masuk benteng gratis, masuk air terjun juga gratis. Oh, nikmatnya dunia. Padahal denger-denger kalau ada penjaganya, setiap pengunjung dikenakan biaya Rp 4.000,00 per kepala loh. Yuhuu. Setelah memarkirkan motor di area parkir, kami kemudian bergerak masuk untuk segera berjalan kaki menapaki rute menuju ke Air Terjun Kembar Baladewa. Di sekitar pintu gerbang air terjun hanya terlihat sekelompok penggergaji kayu yang sedang beristirahat. Kami pun mengucapkan salam dan meminta ijin untuk melewati mereka. Eh, tahunya para penggergaji kayu ini juga bangkit berdiri dan ikutan kami untuk berjalan ke arah air terjun. Lumayan ada teman ngobrol dan pemandu arah gratisan. Sialnya, ada salah seorang penggergaji kayu yang usil minta ampun. Dia menakut-nakuti kami, katanya kalau mau naik ke air terjun  harus membaca basmallah sebanyak 21 kali dulu. Waktu saya tanya alasannya, eh si Bapak malah ketawa cekikikan sama teman-temannya. Huh!

Pintu loket tak berpenjaga. yihaaa!

Pintu gerbang masuk air terjun kembar

Ini pemandangan yang tersaji ketika trekking

Rute yang harus kami lewati untuk menuju ke air terjun berupa jalan setapak membelah ladang dan sawah di sepanjang jalan. Terkadang kami harus berjalan mengikuti saluran irigrasi sebelum kembali ke jalan tanah yang beceknya naudzubillah. Saya pun harus merelakan sepatu dan celana jeans saya kotor oleh lumpur. Hiks. Mungkin ada sekitar 400 meter-500 meteran berjalan kaki sebelum kami bisa melihat air terjun yang pertama. Ada sungai kecil dan air terjun kecil yang harus kami terabas sebelum bisa melihatnya. Setelah melewati air terjun kecil, kami lalu bergerak naik menapaki tangga bebatuan untuk sampai ke air terjun pertama. Akhirnya, setelah perjuangan panjang sampailah kami disana. Air terjun pertama memiliki ketinggian sekitar 12 meteran dengan debit air yang tidak begitu deras. Bisa dibilang kecil malah. Airnya kemudian jatuh ke semacam kolam kecil nan dangkal sebelum mengalir ke bawah membentuk sungai. Waktu di tempat ini, saya agak ngeri. Ngeri pertama karena langit nampak berubah mendung. Duh, setahu saya cuaca mendung dengan air terjun adalah kombinasi yang cukup membahayakan. Banyak kasus kan, banjir bandang tiba-tiba datang menerjang dan melahap semua yang dilewatinya. Hii, amit-amit sumpah. Ngeri yang kedua adalah karena kalau misalnya terjadi hal buruk seperti itu, saya lihat tidak ada rute lain yang bisa kita pakai untuk menyelamatkan diri. Apalagi, sebelum air terjun pertama terdapat bekas tanah longsor juga. Gimana gak ngeri kalau gitu? Aaaaak. Saya sepertinya memang punya parno yang berlebihan. Saya kemudian mengajak Meykke dan Yanta segera pulang. Huhuh ayoo dong, beneran takut nih.

Air terjun pertama

Air terjun kedua

Yanta 

Meykke dan Impiannya

Ini gaya saya, kamu? *plak*

Kami bertiga berlatar Air Terjun Kedua
Saya pun memanggil-manggil Yanta. Yanta, ayo pulang! Teriak saya berkali-kali. Tapi tak ada sahutan sama sekali. Kemanakah dia? Ceritanya, ketika saya dan Meykke masih asik foto narsis di air terjun pertama, si Yanta sudah mendahului kami naik menuju air terjun kedua. Air terjun kedua memang terletak di sebelah kiri atas dari air terjun pertama dan untuk kesana kita harus mencoba untuk naik di gundukan tanah yang lebih menakutkan dan licin. Tak mendengar jawaban dari Yanta, Meykke memutuskan untuk naik juga. Saya ditinggal di bawah. Lama menunggu, tapi Meykke dan Yanta kok gak turun-turun juga ya? Meykke, Yanta, ayo pulang! Lagi-lagi saya berteriak dan lagi-lagi saya tak mendapat sahutan. Grrr! Argh, saya yang sedikit jengkel memutuskan untuk naik juga ke air terjun kedua. Apa yang saya lihat? Mereka ternyata sedang foto-foto narsis pemirsaaaa! Pediiih, padahal saya di bawah khawatir banget sama mereka (nangis di pojokan). Air terjun kedua hampir sama dengan air terjun pertama meski terlihat lebih tinggi dengan debit air yang  lebih kecil dibandingkan air terjun pertama. Si Meykke kemudian membujuk saya untuk ikutan foto dan setelah itu mereka berjanji untuk segera pulang. Baiklah, satu dua cheerrss! Seusai foto itulah, raut muka Yanta mendadak berubah. Enggak ada, tukasnya. Heh? Apanya yang enggak ada? Kunci motorku enggak ada! HAAAAAAAAAAHHH??? Yanta terlihat panik sembari merogoh semua kantong di celana dan tasnya. Mampus! Kalau enggak ada, gimana nanti Yanta pulangnya coba? We're in the middle of nowhere broo! Yanta kemudian teringat akan motornya. Jangan-jangan masih tergantung di motor ketika tadi dia menjepitkan helm di jok. Dengan berat hati, Yanta kemudian meminta ijin kami berdua untuk berangkat pulang duluan meninggalkan kami berdua yang hanya bisa menatap nanar di kejauhan. Ya, Yanta berlari pulang dengan kecepatan maksimal. Saya dan Meykke lalu berjalan pelan menyusul Yanta. Mana saya dan Meykke sempat nyasar pula, niatnya sih mau pulang ke parkiran. Eh kami malah nembus ke sawah. Saya dan Meykke sepertinya punya penyakit yang sama. Penyakit disorientasi.

Selepas menikmati air terjun, kamipun bergerak ke tujuan wisata kami selanjutnya. Anda benar! Kami menuju ke Candi Dukuh, candi yang katanya Yanta tersembunyi di tengah-tengah perkampungan warga. Yanta memang sebelumnya sudah pernah ke tempat ini. Tapi waktu itu, dirinya tidak bisa masuk ke dalam karena candi yang dikelilingi oleh pagar kecil ini tertutup rapat pagarnya waktu itu. Dengan harapan kali ini pagarnya dibuka, kami bertiga pun menuju kesana. Letak Candi Dukuh berada di Desa Rowobuni, Kecamatan Banyubiru. Ada plang penunjuk arah yang bisa kita lihat kalau kita lewat di sepanjang jalan Banyubiru-Ambarawa. Kami bertiga mengikuti arah panah yang dimaksudkan plang tersebut dan dibawa ke suatu kampung padat penduduk. Seriusan ada candi di sekitar sini? Yanta membimbing kami memasuki jauh ke lebih dalam dari perkampungan itu hingga tiba-tiba dia berhenti dan memarkirkan motornya di halaman samping rumah warga. Loh, Yanta dimana candinya? Yanta pun menujuk ke suatu arah. Arah dimana terlihat ada anak tangga kecil menembus naik jauh ke dalam suatu bukit kecil yang diselimuti pepohonan. Buset dah, anak tangga lagi-anak tangga lagi. *ngelus betis*

Plang arah Candi Dukuh

Dengan tertatih-tatih, kami perlahan-lahan menaiki anak tangga satu persatu. Tiba-tiba seseorang menyapa kami. Bukan, dia manusia kok. Heheh. Nah, ada seorang bapak yang nampak mengumpulkan ranting menanyakan kami hendak kemana. Ke Candi Dukuh tentu saja. Emang mau kemana lagi? Lalu kami ditanya, ada urusan apa mau ke candi. Yah, cuma sekedar melihat-lihat saja kok pak. Ada raut muka kekecewaan dari si Bapak, entah apa penyebabnya. Dia lalu berkata kalau pagar candi tadi dikunci olehnya. Silahkan saja kalau melihat-lihat. Terus, bisa minta tolong dibukain tidak pak? Bapak itu cuma diam sesaat lalu menjawab, ya nanti kalau kalian sudah sampai atas saya bukakan. Oh, sepertinya bapak ini adalah juru kunci atau petugas jaga candi tersebut. Kami bertiga pun melanjutkan perjalanan kami kembali. Menaiki anak tangga kecil yang agak licin dan terkadang terpaksa berjingkat-jingkat untuk menghindari ulat bulu-ulat bulu nan malang melintang berserakan di beberapa bilah anak tangga. Ada sekitar 15 menitan kami menaiki anak tangga-anak tangga itu sebelum sampailah kami di area Candi Dukuh.

Papan nama Candi Dukuh

Ini penampakan candinya

Benar saja, ada pagar kecil yang mengelilingi area dalam candi itu dan sayangnya pintu masuknya digembok rapat. Sebenarnya kalau mau, bisa saja sih kita melompat masuk tanpa ijin karena pagarnya pendek banget. Cuma karena takut pamali dan kenapa-kenapa, kami bertiga mengurungkan niat tersebut. Kami pun hanya puas menyaksikan candi itu dari balik pagar. Ternyata, kondisi candi dukuh sudah tidak utuh lagi. Yang nampak masih berdiri kokoh adalah bagian tangga dan lantai bawah candi, itu saja terlihat seperti hasil restorasi manusia. Bagian tengah dan atas candi tampak tersusun tak berbentuk di pinggir-pinggir lantai bawah tadi. Ada pula batuan penyusun candi yang diletakkan di samping pos jaga yang ada di dalam area candi. Agak menyedihkan dan memprihatinkan memang kondisinya. Candi yang terletak persis di pinggir Rawa Pening ini konon dibangun sekitar abad ke-9. Candi ini beraliran Hindu dan mungkin kalau bentuknya utuh akan seperti candi pertama yang ada di Kompleks Candi Gedong Sanga sana. Konon kabarnya, candi ini adalah peninggalan dari Raja Brawijaya V sehingga kadang disebut pula dengan nama Candi Brawijaya. Sembari menunggu bapak yang tadi kami temui untuk segera naik ke atas menyusul kami, saya dan Yanta memutuskan untuk berkeliling. Mengabadikan setiap puing-puing candi tersebut dalam setiap jepretan kamera yang kami bawa. Si Meykke nampak kelelahan dan duduk diam di kursi bambu. Hmm, suasana begitu tenang sekaligus agak mistis waktu itu.

Puing-puing candi. Sedih. :(

Saya meratapi pagar yang terkunci

Meykke capek hohoh

Perkenalkan, Yanta sang fotografer

Kami bertiga di anak tangga menuju candi

Dengar-dengar, Candi Dukuh memang sedang dalam masa pemugaran oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi, proyek ini tengah berhenti karena terhambat oleh adanya bagian dari Candi yang hilang entah kemana. Sayang banget ya? Bosan menunggu si Bapak petugas yang tak kunjung datang dan diserbu oleh nyamuk-nyamuk besar nan ganas, kami bertiga pun memutuskan untuk turun dan pulang saja. Mengakhiri perjalanan kami kali itu dengan mengisi perut yang keroncongan di daerah Muncul. Ah, traveling memang bisa membuka mata. Selalu akan ada cerita dari suatu tempat yang mungkin selama ini menurut kita hanyalah tempat yang kurang menarik dan tersembunyi sekalipun. Perjalanan kali itu adalah contohnya. Siapa yang menduga, kami bisa melihat candi dan air terjun di Banyubiru? Rubah mindset kita. Dengar, lihat, dan rasakan...maka kalian akan mengerti. :)


Salam Kupu-Kupu ^^d

14 comments:

  1. walah, Meykke dan impiannya apa apaaan...hahaha, itu asik banget itu si mbak berlakung sorban di depan air terjun...

    duh, ketaw ketiwi aku. baru tau kalau ternyata kamu pedih banget ngeliat kita malah asiiiik foto di atas. emang asik sih Nggaaaa....hehehehehe..


    aaaaak can't wait for the next destination!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. berlakung? -_-
      hahahah, iya yo meyk. Aku khawatir banget tau. Kirain kan di atas kenapa-kenapa misal ada suku pemakan manusia tak terlihat gitu. Terus kalian diculik, dan dibikin sop deh. :p

      ah meyk. :(

      Delete
  2. Cup cup cup....

    Mosok ke curug kembar cuma liat satu aja...
    Sodaranya ntar ngiri lagi minta di poto...
    Perasaan aku menjawab deh pas kaliqn memanggil ku...

    "ayo munggah, ayo munggah, ayo munggah..."

    Akhirnya munggah juga....
    Haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. apaan -_-
      tak terdengar jawabanmu. *nangis di pojokan*

      Delete
  3. saya mau tanya alamat daerah curug kembar baladewa, yg di lereng gunung kelir?
    makasihh..
    :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo Radina, alamat lengkapnya kurang tahu saya. Coba tanya sama penduduk sekitar deh. Tanya Dusun Wirogomo, Banyubiru, Ambarawa dulu baru nanti tanya Curug Baladewanya.

      Terima kasih sudah berkunjung. :)

      Delete
  4. kerenn,,, asik bisa travelling ngeliat candi dan air terjun yang jarang dikunjungin orang

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa, seru to the max. ada seremnya juga sih. mueheheh. :p

      Delete
  5. Mas mbak, saya masih baru di salatiga, kasih referensi buat hunting foto alam di salatiga dong, sekalian buat hiking juga :D bisa sms saya di 08562978873 :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo! Selamat datang di Salatiga, mas. Ayo jangan persatuan dan kerukunannya ya. Kalau soal referensi, bisa lihat di label hometown atau stay tune di blog ini aja mas. Saya pasti akan update tempat-tempat baru. :)

      Delete
  6. Baca dari awal sampai akhir, mantap ikut merasakan perjalannan kalian meski hanya membaca :)

    ReplyDelete